Sedekah Beras Irfendi Dan Kemiskinan Di Limapuluh Kota

Oleh : Arie Alfikri, Wartawan Luak Limopuluah

Limapuluh Kota, SUMBAR.KABARDAERAH.COM 

Bupati Limapuluh Kota Irfendi Arbi punya kebiasaan unik. Di sela kegiatannya, Irfendi sering bersedekah beras untuk warga kurang mampu. Momen bersedekah tersebut banyak diabadikan pada video yang diunggah di akun Instagram sang bupati.

Bersedekah tentu sangat baik. Ia merupakan salah satu amal yang dicintai Allah SWT. Kalau masalah niat, tentu itu urusan Irfendi dengan Khalik. Sebagai makhluk, tak bisa pula kita menghakimi motif bersedekahnya. Husnuzan saja, dia ikhlas.

Apalagi kata seorang teman, Irfendi meniru keteladanan Khalifah Umar bin Khattab. Memanggul sendiri makanan pokok untuk rakyatnya yang sedang kelaparan. Masya Allah, luar biasa. Kemana lagi bisa dicari pemimpin seperti ini. Semoga Allah balas dengan pahala yang berlipat ganda.

Di satu sisi, kebiasaan mulia bupati tentu patut diapresiasi. Namun di sisi lain, kita juga harus objektif melihat sejauh mana kapasitas kepala daerah dalam menanggulangi angka kemiskinan di daerahnya. Kapasitas seorang Irfendi sebagai bupati, tentu lebih besar daripada berbagi sekarung beras 10 kg.

Faktanya, kemiskinan menjadi masalah serius. Menurut data BPS Kabupaten Limapuluh Kota, jumlah penduduk miskin di Limapuluh Kota lebih dari 26 ribu jiwa pada Susenas 2018. Artinya lebih dari 26 ribu penduduk Limapuluh Kota yang mempunyai penghasilan di bawah Rp 370 ribu per bulan.

Berbagai upaya seperti bantuan untuk masyarakat miskin tentu ada, baik itu berupa Raskin, PKH, Kube, dan seterusnya. Setiap daerah punya program itu. Namun program “charity” itu hanya bersifat stimulan dan sementara saja dampaknya. Ibarat gula-gula, manis sebentar saja. Belum menyentuh akar persoalan untuk membangkitkan ekonomi masyarakat.

Solusinya, Limapuluh Kota butuh pemberdayaan ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang mampu membuka peluang usaha dan menyerap tenaga kerja sehingga persoalan kemiskinan bisa diatasi.

Kalau memakai analisis SWOT, secara opportunity, Limapuluh Kota punya potensi besar terutama pada sektor pertanian dan perkebunan. Banyak komoditas yang bisa diberdayakan. Di Facebook Group, Forum Diskusi Luak Limopuluah, begitu hangat diskusi tentang pemberdayaan berbagai komoditas tersebut. Baik itu komoditas gambir, jeruk, kakao, dan lain-lain.

Untuk komoditas gambir, Limapuluh Kota merupakan daerah penghasil terbesar secara nasional. Namun ironisnya, dari berita terbaru yang saya baca di koran, Rabu (12/6), petani gambir malah kian tercekik. Harga jual gambir semakin anjlok, jauh dari harapan petani. Bupati perlu hadir dalam persoalan ini, jangan lihat-lihat jauh saja.

Tak hanya pada sektor pertanian perkebunan, sektor pariwisata sebagai daya ungkit ekonomi juga bisa digarap. Limapuluh Kota negeri yang begitu indah. Instagramable, kata generasi milenial. Tak susah untuk menjualnya. Banyak sekali spot-spot wisata yang jika diurus dengan baik, dapat mendongkrak jumlah wisatawan. Efeknya tentu ke masyarakat juga. Peluang usaha dan kerja menjadi terbuka. Perputaran uang dari wisatawan bisa dimanfaatkan baik berupa usaha kuliner, jasa perjalanan, akomodasi, dan lain-lain.

Mungkin banyak lagi sektor lain yang tidak cukup untuk dikupas dalam tulisan pendek ini. Semuanya merupakan potensi ekonomi yang harus dimaksimalkan dengan inovasi sang kepala daerah. Apalagi Presiden Jokowi sudah menekankannya melalui PP Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah.

Jadi, lagi-lagi kita tunggu inovasi atau terobosan bupati dalam pemberdayaan ekonomi. Pemberdayaan yang mampu menggerakkan ekonomi masyarakat hingga masalah kemiskinan bisa ditanggulangi. Sedekah berasnya lanjut saja, namun inovasi daerah juga harus dilakukan sebagai amanat dari Presiden Jokowi. Seperti tulisan sebelumnya, tetap optimis. Waktunya masih ada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *