Ahli Waris Pemilik Tanah Ulayat Blokir Jalan ke Pertambangan PT. Semen Padang

PADANG,KABARDAERAH.COM- Anak dari ahli waris, bundo kanduang, amak-amak bersama salah satu ahli waris dari suku/kaum Sisilia Weking, Senin (27/09) memblokir jalan menuju pertambangan PT. Semen Padang yang berada di kawasan Karang Putih, Kelurahan Batu Gadang, Kecamatan Lubuk Kilangan kota Padang.

Belasan warga Kaum Sisilia Weking bersama warga 6 Suku pemilik tanah karang putiah Lubuk Kilangan, Padang, Sumatera Barat mereka menutup jalan masuk ke sumber bahan baku kapur PT. Semen Padang di Bukit Karang Putih Indarung, Kamis (27/09).

Mereka meletakkan bangku, untuk menandai bahwa jalan mereka tutup, sehingga truk pengangkut kapur dan BBM dari Semen Padang tidak bisa lewat.

Aksi ini dilakukan warga Kaum Buchari karena ingin meminta kompensasi atas pemakaian tanah ulayat mereka oleh PT. Semen Padang.

Tanah ulayat itu seluas 6.244 meter persegi yang kini dijadikan jalan masuk oleh PT. Semen Padang ke areal penambangan batu kapur.

Diantara pemilik ulayat tersebut adalah Sisilia, Syamsinar dan beberapa yang lainnya ikut melakukan aksi tutup jalan.

Mereka mengatakan, sebelumnya perusahaan sudah pernah berjanji pada keluarganya untuk memberi kompensasi atas tanah kaumnya yang telah dijadikan jalan sejak 1978, namun janji itu tidak pernah terwujud.

“Akhirnya kami terpaksa menutup akses jalan yang membawa alat berat dan bahan baku semen lewat di tempat kami, karena ini tanah kami, kami punya bukti girik bahwa tanah ini milik ulayat,” kata Sisilia Weking.

“Pemblokiran akan dibuka ketika tuntutan mereka dipenuhi oleh PT. Semen Indonesia. Truk yang mengangkut BBM dan batu kapur ke pabrik Semen Padang sementara terpaksa tidak bisa lewat tanah kami ini,” tambahnya.

”Tentu saja bisa, tanah yang bersertifikat itu adalah tanah negara, warga juga harus mengerti dengan aturan hukum, namun PT.SP jangan lupa bahwa di Minangkabau seluruh tanah adalah tanah Ulayat kaum, yang tidak sah diperjual belikan karena tanah ulayat di Minang Kabau adalah tanah harus diserahkan kepada keturunan selanjutnya, dengan kata lain tanah ulayat minangkabau dijua indak dimakan baili, digadai indak di makan sando (tersandra),” katan Indrawan, Ketua LSM KOAD.

Ia menambahkan, bila warga tetap melanjutkan aksinya, untuk menyelesaikan secara hukum kita harus melakukan tuntutan perdata.

Apalagi kita semua mengetahui bahwa PT. Semen Padang dulu adalah perusahaan semen yang dibuat di zaman penjajah Belanda.

Sebenarnya negara dapatkan PT. SP ini setelah Belanda terusir dari bumi pertiwi, PT SP seharusnya memberikan keuntungan bagi masarakat sekitar, ungkap Ketua LSM KOAD.

“PT. Semen Padang bisa saja telah mengantongi sertifikat hak pakai atas tanah yang diklaim warga sejak lama. tapi jangan lupa bahwa tanah ini milik Ulayat kaum kami, hak memang bisa diberikan oleh negara melalui penyerahan yurisdis. tapi akta penyerahan hak tidak akan sah karena kaum kami telah menguasai  tanah tersebut sejak dahulu kala,” tambah Lia.

Pemblokiran jalan ini karena mereka merasa kecewa dengan pihak PT. Semen Padang yang tidak memberikan kompensasi kepada ahli waris kaum Suku Tanjung sebesar 3 emas atau sekitar Rp. 3 juta lebih atas penggunaan tanah kaum untuk akses pertambangannya.

Anak dari Ahli Waris Kaum Suku Tanjung Sisilia Weking mengatakan, aksi pemblokiran saat ini merupakan bentuk rasa kekecewaan atau protes kaum Suku Tanjung kepada PT. Semen Padang karena perusahaan tersebut mulai dari tahun 1963 hingga 2019 tidak memberikan kompensasi sebesar tiga emas atas tanah kaum yang digunakan sebagai jalan akses ke pertambangan.

Sementara, PT. Semen Padang baru memberikan kompensasi pada tahun 2010 hingga 2015 dengan besaran hanya Rp2,6 juta/bulan. (Rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *