Rekayasa SPK Terkait Pekerjaan Pasar Banda Buek Siap Masuk Ranah Hukum

“SPK yang diterbitkan Dinas Perdagangan kepada PT Syafindo Mutiara Andalas diduga akan berdampak hukum bagi pelaku. jangan mentang mentang Kepala dinas yang menerbikan sehingga akan terlepas dari jerat hukum. Dalam Bab II, UU TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 disebutkan:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
sedangkan dalam Pasal 3 disebutkan bahwa:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).

Indrawan Ketua LSM Komunitas Anak Daerah yang juga praktisi dunia kontruksi menjelaskan, “SPK adalah Surat Perintah Kerja yang dikeluarkan untuk memulai sebuah pekerjaan.

Seharusnya SPK tersebut didahului oleh Kontrak, Perjanjian Kerja Sama, yang tidak kalah penting harus didasari oleh dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun, dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Dalam terminologi pengelolaan keuangan daerah disebut DIPA, DIPA ini harus dilaksanakan oleh satuan kerja daerah.”

Lebih lanjut dijelaskan oleh pak De, “Jika SPK ujuk-ujuk terbit tanpa didahului oleh dokumen perencanaan, dan tidak ada dalam APBD kota Padang, surat-surat seperti Kontrak atau Surat Perjanjian Kerja, dengan kata lain tidak mengikuti aturan yang berlaku, jelas akan berisiko hukum terutama bagi sipelaku itu sendiri, karena yang disebut Tindak Pidana adalah Perbuatan yang dilakukan seseorang melanggar peraturan peundang-undangan,” jelas Pak De lagi.

Bagaimana jika yang menerbitkan SPK tersebut adalah Kepala Dinas yang notabene adalah perpanjangan tangan pemerintahan itu sendiri, dan apa yang harus dilakukan jika yang menerima SPK merasa ditipu oleh sang penerbit SPK?

Pak De mengatakan yang bersangkutan bisa membuat laporan secara tertulis ke Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN).

Namun apabila merasa dirugikan oleh tindakan Penerbitan SPK tersebut maka dapat membuat laporan ke Pengadilan Umum dengan melakukan tuntutan secara perdata.

Jika terdapat pelanggaran atas KUHPidana maka dapat juga melaporkan masalah tersebut kepihak penegak hukum seperti Polda, Polres dan Polsek setempat. pelaporan tersebut harus sesuai dengan peraturan perundangan undangan, Pelaporan bisa dilakukan oleh warga negara (barang siapa) yang mengetahui, melihat, menjadi korban terjadinya sebuah Tindak Pidana, karena yang diterbitkan terkait dengan Dokument negara, diduga pelanggaran yang terjadi terkait dengan perbuatan pemalsuan surat Pasal 263, 264 KUHPidana, demikian penjelasan ketua LSM TIPIKOR Sumbar.

Diterangkannya lebih lanjut, yang jelas, sebelum dilakukan proses tender dipemerintahan, biasanya sudah disiapkan dana untuk pembayaran bagi pemenang tender dan pelaksanaanya harus sesuai dengan aturan, Dasar Dasar Pelaksanaannya harus sesuai dengan peraturan perundang undangan seperti:

  1. Undang–Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 23:
    1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang–undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar–besarnya kemakmuran rakyat;
    2. Rancangan Undang–Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
  2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
  3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  4. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional
  5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2014 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKAKL
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171 Tahun 2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257 Tahun 2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2015

Menyalahi Prosedur yang berlaku:

Sesuai dengan definisi yang ada dalam UU Keuangan Negara No 17 Tahun 2003, yang dimaksud dengan APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Sementara APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

“Sedangkan DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun, dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Dalam terminologi pengelolaan keuangan daerah disebut DIPA.

DIPA ini dilaksanakan oleh satuan kerja daerah,” kata Pak De mengakhiri komentarnya.

Lebih jelas diterangkan oleh Ketua LSM KOAD, “Jika suatu pekerjaan tidak kunjung dibayar, kemungkinan telah terjadi penyimpangan dari aturan aturan tersebut, sehingga diduga kuat, DPA proyek tersebut tidak ada,” jelas Indrawan Ketua LSM KOAD

Seandainya benar telah terjadi perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan SPK abal-abal, negara melalui aparat hukum harus cekatan melakukan investigasi tanpa menunggu laporan dari pihak yang dirugikan, karena UU yang dilanggar bukan delik aduan.” jelas Indrawan ketum LSM KOAD.

Lebih lanjut diterangkannya, “jika SPK tersebut diterbitkan dengan tujuan yang dapat menimbulkan suatu hak maka lebih gila lagi, pihak yang menerbitkan dapat dijerat dengan pasal pemalsuan surat, dan pihak kedua dapat dijerat dengan pasal memakai surat palsu dengan tuntutan pidananya delapan tahun, karena yang dipalsukan tersebut adalah dokumen negara karena memakai kop dinas pasar,” jelas Indrawan

Berita ini sebelum dipostkan telah di konfirmasi melalui Walikota bersama dengan Bundo kanduang Banda buek, tetapi bapak walikota lempar ke Kadis Perdagangan dengan mengatakan” saya telah perintahkan Dinas Perdagangan”,kata Mairawati Bundo Kanduang Banda Buek

“Karena tidak mendapat tanggapan dari walikota kami LSM KOAD dan TIPIKOR akan membawa ke ranah hukum”, jelas Indrawan lagi. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *