Hiburan Kafe Remang-remang ‘Marak’ di Pessel

PESSEL,KABARDAERAH.COM- Maraknya usaha kafe dan rumah karaoke yang diduga tidak mengantongi Izin Usaha atau Izin Usaha belum diperpanjang, tidak tertutup kemungkinan akan berpotensi menjadi tempat praktik mesum dan tindakan asusila.

Sejumlah masyarakat setempat dan Tokoh tokoh masyarakat berpendapat Kafe yang ada di pesisir selatan terutama Kambang Lengayang dan Surantih Sutera sudah mulai meresahkan masyarakat tersebut.

Dari informasi yang diperoleh, jumlah kafe dan rumah karaoke di Sutera Kambang dan Lakitan, Kecamatan Lengayang pada umumnya tidak mengantongi Izin Usaha.

Sebagai mana telah dijelaskan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan No 1 Tahun 2018 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, bahwa setiap pelaku usaha wajib untuk mengantongi Izin Usaha.

Perda Kabupaten Pessel tersebut juga menyebutkan bahwa pengusaha dan pengelola kafe dan rumah karaoke harus mengurus Izin Mendirikan Bangunan, setelah itu baru terkait izin usaha yang dilakukan.

Kondisi tersebut mengundang perhatian dari kalangan masyarakat Sutera Lengayang.

Warga beranggapan, jika keberadaan kafe dan rumah karaoke tersebut akan berdampak negatif bagi masyarakat.

Untuk menjaga dan mengurangi dampak negatif maka harus segera ditertibkan ujar masyarakatnya, Edi (43).

Dirinya mengaku prihatin dengan menjamurnya kafe dan Rumah Karaoke di Sutera Lengayang ini akan berdampak negatif pada warganya, tua maupun muda.

Yang menjadi persoalan, maraknya kafe dan rumah karaoke tersebut. meskipun ada mengantongi izin sebagai tempat karaoke keluarga namun nyatanya tidak seperti itu, justru ada yang disalahgunakan menjadi ajang perbuatan negatif bila malam harinya, lanjut Edi.

Jika Keberadaan Kafe dan Rumah Karaoke tersebut berdampak Negatif, yang berimbas pada warga setempat juga, jelasnya.

Keberadaan kafe dan Rumah karaoke di Sutera Lengayang ini tidak bisa dilepaskan begitu saja. Karena tidak dipungkiri akan hadirnya perempuan pendamping atau biasa dikenal dengan purel (public relation) secara lambat laun lebih cenderung berdampak negatif, terangnya.

Hal ini berimbas pada pengunjung kafe dan rumah karaoke sendiri.
Karena pada umumnya Pengunjung adalah mereka yang mempunyai permasalahan di internal keluarga maupun sosial masyarakat.

“Dan sudah menjadi satu keragaman bahwa pengunjung kafe dan rumah karaoke mayoritasnya terdiri dari orang-orang yang mencari kompensasi diri akibat adanya tekanan ekonomi, broken home dan lainya,” katanya.

Bisa dipastikan purel tersebut dijadikan luapan emosional dari si pengunjungnya itu dalam arti kata berujung tindak asusila belum lagi ditambah memang purel sendiri bisa dikata ‘nyambi’ jual diri, kan parah dampaknya. Sehingga berakibat kepada masyarakat setempat, tukuknya.

Lebih parahnya dengan maraknya kafe dan rumah karaoke akan menyebabkan gesekan sosial dan pada giliranya nanti berakhir konflik baik internal maupun eksternal dalam diri pribadi pengunjung maka timbulah kemerosotan pemikiran yang sehat.

“Seharusnya pihak daerah mengkaji ulang terhadap kehadiran para pengusaha hiburan itu jangan sampai kebablasan menjadi tempat terselubung sebagai ajang prostitusi dan penyalahguna Narkoba,” ujar masyarakat tersebut.

Jadi persoalanya selektifkah manajemen kafe dan rumah karaoke itu ? Karena pada umumnya Pengunjung purel entah itu freeland ataupun tetap yang notabene masih pelajar dan pantaskah itu terjadi,

“Sekarang ini diminta kepada Pemkab Pesisir Selatan, keberadaan kafe dan Rumah karaoke harus dikaji lagi secara mendalam kalau perlu dilokalisir tempatnya jangan sampai berada ditengah pemukiman Warga dan menjelang Pilkada 2020 ini,” tutupnya. (Baron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *