LSM KOAD minta Walikota Padang selesaikan masalah penguasaan kios F2/1 oleh Bank Nagari

Sumbar,KabarDaerah.com-Padang – Bank Nagari rupanya masih enggan selesaikan permasalahan toko F 2/8 dan F2 yang lain sebanyak 15 petak kios yang dikuasainya, Bank Nagari tidak ikut memodali apalagi membangun, namun akibat merasa kuasa, Bank Nagari bersikukuh tetap menguasai kios tersebut. kartu kuning F2/1 adalah penyebab Bank Nagari merasa kuasa menguasai lokasi yang menjadi sengketa tersebut.

Sepertinya Bank kebanggaan masyarakat sumbar ini terlanjur dikuasai oleh keserakahan yang berakibat buruk terhadap proyek dan orang lain.

Entah Fenomena apa yang sedang terjadi, uang sepertinya telah menjadi syarat utama untuk memperoleh keadilan.

Jangan harap bisa menang bila tak memiliki uang, Penjarahan hak yang terjadi, diseluk-beluk dunia ini, merata disebabkan karena uang yakni “Dajjal bermata satu“.

Dikatakannya, dia menginginkan kiosnya yang telah menjadi kantor cabang Bank Nagari (PT.BPD) itu terletak di lantai dua Pasar Banda Buek Padang, dikembalikan padanya, melalui surat sudah diberitahukan, melalui pendekatan kekeluargaanpun sudah dilakukan, tapi apa hendak dikata Bank Nagari tetap bertahan menduduki lokasi itu.

Kepada tim media dia terangkannya, sembari menyodorkan akta jual beli toko tersebut yang dibuat Notaris Ja’afar No. 13 tertanggal 17 Juli 2008.

Indrawan mengatakan bahwa dia telah mengirimkan somasi sampai 3 kali kepada pihak bank Nagari.

“Saya sudah mensomasi pihak bank sebanyak 3 kali, namun belum ada tanggapan sama sekali”, paparnya, Kamis (06/4/17). (dikutip dari sumbartoday.net)

Dijelaskanya, toko yang berada di block F lantai 2 nomor 8 itu telah dipakai Bank Nagari sebagai ruang Kepala cabang pembantu Banda Buek.

Permintaan Indrawan sederhana, “pihak bank Nagari harus angkat kaki dari lokasi tersebut dan membayar sewa selama mereka pakai ”, katanya singkat.

Tapi, bukan penguasa namanya bila harus kalah dengan rakyat kecil. “Tuntutan saya diabaikan dan tak direspon oleh mereka”, kata Indrawan.

Dikatakanya, dulu toko itu dibeli kepada PT. Syafindo Mutiara Andalas (PT SMA) selaku Pengembang. Hal itu diperkuat Direktur Utama PT.SMA, H.Syafruddin Arifin.SH,MH, melalui sebuah berita acara pembayaran hutang yang dibayar dengan kios seharga Rp.132juta.

“Proses transaksi jual beli toko F2/8 di Pasar Banda Buek terjadi pada tahun 2008 lalu,” kata Syafruddin. Arifin. SH saat ditelepon.

Namun, Cindar Hari Prabowo tanpa sepengetahuan Indra, disebut-sebut telah menjual kios itu kepada Bank Nagari.

Kasus ini dulu telah dilaporkan ke Polda Sumbar, akibatnya Cindar ditetapkan sebagai tersangka. namun atas permintaan bapak H. Ekos Albar SE, kasus ini sudah damai dan laporan nomor 14 tersebut dicabut, namun uang belum dilunasi saat itu.

“Belakangan diketahui bahwa, transaksi Jual Beli yang dilakukan Cindar dengan Bank Nagari Sumbar diduga belum terjadi, Karena belum dilakukan penyerahan baik nyata maupun Yuridis terbukti bahwa Bank Nagari belum memiliki Akta Jual Beli/AJB  tetapi baru sebatas PPJB”, sebutnya.

Dalam Pasal 584 BW dikatakan :

“Hak milik atas suatu benda tidak dapat diperoleh dengan cara lain melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat dan karena penunjukkan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap benda itu”.

Selanjutnya, dari cara-cara memperoleh hak milik yang disebutkan dalam pasal itu hanya yang diperoleh “melalui suatu penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata dan diserahkan oleh orang yang berhak berbuat bebas atas benda itu”. jelas lah sudah bahwa jika tidak dilakukan penyerahan maka sebenarnya jual beli yang dikatakan cibdar tersebut hanya kebohongan belaka.

Sesuai dengan aturan hukum, sah atau tidaknya suatu perjanjian ditentukan oleh empat persyaratan, dua syarat subjektif dan dua syarat Objektif. Namun apabila perjanjian tersebut tidak memenuhi unsur subjek maka dapat dibatalkan.

Selanjutnya juga batal demi hukum apabila tidak memenuhi unsur Objektif. Artinya, dalam hal ini Bank Nagari sudah melakukan penguasaan terhadap kios itu secara illegal,” jelas ketua LSM KOAD menambahkan.

Syarat-syarat tersebut dikenal dengan “syarat sahnya perjanjian” sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPer, sebagai berikut:

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat:

  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
  3. Suatu hal tertentu.
  4. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena berkenaan dengan para subjek yang membuat perjanjian itu.

Sedangkan syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif karena berkenaan dengan objek dalam perjanjian tersebut.

Syarat Pertama “Sepakat mereka yang mengikat kandiri” berarti, para pihak yang membuat perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang diperjanjikan, dimana kesepakatan itu harus dicapai dengan tanpa ada paksaan, penipuan atau kekhilafan (Pasal 1321 KUH Perdata). Misalnya, sepakat untuk melakukan jual-beli tanah, harganya, cara pembayarannya, penyelesaian sengketanya, dsb.

Syarat Kedua, “kecakapan untuk membuat suatu perikatan” Pasal 1330 KUHper sudah mengatur pihak-pihak mana saja yang boleh atau dianggap cakap untuk membuat perjanjian, yakni sebagai berikut:

Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

  1. Orang yang belum dewasa.
  2. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan (seperti cacat, gila, boros, telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, dsb)
  3. Seorang istri. (Namun, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963, seorang isteri sekarang sudah dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum)

Dengan kata lain, yang cakap atau yang dibolehkan oleh hukum untuk membuat perjanjian adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur genap 21 tahun (Pasal 330 KUHPerdata), dan orang yang tidak sedang di bawah pengampuan.

Syarat Ketiga “suatu hal tertentu” maksudnya adalah dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan (objek perikatannnya) harus jelas. Setidaknya jenis barangnya itu harus ada (lihat Pasal 1333 ayat 1). Misalnya, jual beli tanah dengan luas 500 m2, terletak di Jl. Merpati No 15 Jakarta Pusat yang berbatasan dengan sebelah utara sungai ciliwung, sebelah selatan Jalan Raya Bungur , sebelah timur sekolah dasar inpres, dan sebelah barat tempat pemakaman umum.

Syarat Keempat “suatu sebab yang halal” berarti tidak boleh memperjanjikan sesuatu yang dilarang undang-undang atau yang bertentangan dengan hukum, nilai-nilai kesopanan ataupun ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Misalnya melakukan perjanjian jual beli Narkoba, atau perjanjian jual beli orang/manusia, dsb. Perjanjian semacam ini adalah dilarang dan tidak sah.

Jika sudah memenuhi ke empat syarat di atas, maka perjanjian tersebut adalah sah. Tapi, perjanjian bisa minta dibatalkan bahkan batal demi hukum jika tidak memenuhi syarat ini. 

Kembali dipaparkan Indrawan, selaku ketua LSM KOAD, dia menegaskan dalam kasus ini banyak pelanggaran hukum yang terjadi dengan melibatkan banyak pihak, katanya.

Diterangkan oleh ketua LSM KOAD, menurut ketentuan Pasal 616 KUH Perdata yang selengkapnya berbunyi :

“Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 620.

”Kemudian ketentuan Pasal 620 KUH Perdata yang berbunyi: “Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpan hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan membukukannya dalam dalam register.” dihadapan notaris, terangnya.

Kondisi seperti itu memancing situasi pelik , dengan bukti-bukti yang ada, Indrawan melaporkanya ke Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar. Tapi, kekecewaan didapatinya kembali, pihak kepolisian tidak serius melakukan proses, 4,5 tahun kasus tersebut tertahan di Polda Sumbar.

Lebih lanjut menurut keterangannya, “setelah dilaporkan ke Direskrim Polda Sumbar ditemukan data sebagai alat bukti bahwa”:

  1. Bank Nagari tidak memiliki AJB (Akta Jual Beli) Penyerahan Yuridis
  2. Bank Nagari baru miliki  PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual-Beli) dengan H. Cindar Hari Prabowo melalui Notaris Hendri Final, SH (tidak memenuhi syarat sahnya sebuah perjanjian)
  3. Lokasi F lantai dua Nomor satu masih dikuasai Bank Nagari sampai sekarang .
  4. Bank Nagari hanya meliki sebuah surat yang disebut Kartu Kuning.

Isi kartu kuning tersebut hanya merupakan “Perjanjian sewa menyewa tempat berjualan” dengan nomor F2/1 yang luasnya 355 m2, satu unit toko tersebut luasnya adalah 9 m2, sehingga ke 16 toko yang dikuasai oleh Bank Nagari luasnya hanya 144 m2. dijadikan satu unit F2/1 versi Bank Nagari. kartu kuning tersebut ditanda tangani oleh Ir Asnel Kadis Pasar saat itu.

Setelah ditanyakan pada Asnel, ternyata yang dilakukan Ir. Asnel adalah atas perintah walikota/Fauzi Bahar, demikian diceritakan oleh Indrawan kepada redaksi.

Dari point 4 diatas jelas sudah bahwa Bank Nagari tidak memiliki Akta Jual-Beli, artinya Bank Nagari belum menerima Penyerahan Yuridis. Penyerahan Yuridis adalah perbuatan yang menyebabkan benda berpindah hak kepemilikan sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Jadi ketika Pemko Padang menerbitkan kartu kuning tersebut, diduga kuat Pemko menyalahi aturan UU KUHPerdata pasal 584.

Indrawan menjelaskan, ” Jual-beli dilindungi oleh UU sedangkan Kartu kuning dibuat berdasarkan Perda, sangat aneh apabila kekuatan Undang-Undang dikalahkan oleh peraturan setingkat Perda, Kartu kuning ”, katanya

Kuat dugaan bahwa terdapat unsur keterangan palsu (Pasal 263 KUHP), sehingga terbitlah kartu kuning dengan data-data palsu. Kartu kuning tersebut dipakai oleh Bank Nagari sebagai bukti kepemilikan atas lokasi yang dimiliki oleh Indrawan dan PT Syafindo Mutiara Andalas berdasarkan perjanjian dengan Pemko Padang.

Untuk lebih jelasnya kita merujuk ke KUHP Pasal 263 dan Pasal 264 tutur Indrawan, berikut kutipan Pasal 263 yang kami kutip dari Ahli Hukum R Soesilo :

Tindak Pidana berupa pemalsuan suatu surat dapat kita jumpai ketentuannya dalam

Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:

  1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
  2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Selanjutnya, di dalam Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa:

Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:

    1. Akta-akta otentik
    2. Surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
    3. Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
    4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu.Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.

Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak palsu.

R.Soesilo dalam bukunya kitab undang-undang kukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal (hal. 195) mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun yang ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya.

Surat yang dipalsukan itu harus surat yang:

  • Dapat menimbulkan sesuatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain).
  • Dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);
  • Dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang (kuitansi atau surat semacam itu); atau
  • Surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).

Adapun bentuk-bentuk pemalsuan surat itu menurut R.SOESILO dilakukan dengan cara:

  • Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
  • Memalsukan surat berarti mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
  • Memalsukan tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
  • Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).
  • Unsur-unsur pidana dari tindak pidana pemalsuan surat selain yang disebut di atas adalah: (Ibid, hal. 196)
  • Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan;

Penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup.

Yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu.

Sudah dianggap “mempergunakan” misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan.

Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian.

Lebih lanjut, menurut Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP, bahwa tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana Pasal 263 KUHP lebih berat ancaman apabila surat yang dipalsukan tersebut adalah surat-surat otentik. Surat otentik, menurut Soesilo adalah surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang (hal. 197).

Ternyata setelah dilakukan proses penyidikan oleh pihak yang berwenang didapatkan keterangan bahwa yang menerima pembayaran atas kios tersebut adalah Cindar Hari Prabowo direktur PT.Langggeng Giri Bumi.

Disini terjadi kejanggalan bahwa pemilik toko tersebut adalah Indrawan dan PT Syafindo Mutiara Andalas, sedangkan yang menerima pembayaran adalah Cindar Hari Prabowo direktur PT.Langgeng Giri Bumi.

Dalam hal ini  Direktur PT.Langgeng Giri Bumi merupakan Kuasa Direktur dari PT. Syafindo Mutiara Andalas. dalam sesi selanjutnya sumbartoday akan menguraikan kenapa akhirnya uang tersebut ditransfer ke rekening PT.Langgeng giri Bumi.

Sementara Direktur Utama Bank Nagari Dedi Ihsan tidak menjawab telpon sumbartoday, melalui humasnya Afrizon, membenarkan adanya surat somasi yang telah dikirim ke Bank Nagari.

Namun semua itu telah diserahkan kebagian hukum Bank Nagari dan masih dipelajari, hingga saat ini kami belum mendapat tanggapan dari bagian hukum tentang somasi tersebut” jelas Afrizon, yang akrab dipanggil “Cong” melalui pesan singkatnya kepada sumbartoday beberapa waktu yang lalu.

Sekarang tanggal 26 Agustus 2020, ketua LSM KOAD kembali mengkomentari kejadian berita tanggal 7 Juni 2017 lalu.

Sekarang terbukti bahwa kasus kasus yang dilaporkan terkait dengan Bank Nagari memang sengaja dibuat tersendat-sendat. sekarang kasus kasus yang telah dilaporkan ke penegak hukum seperti sudah menghilang dari masyarakat Sumatera Barat.

Akhir-akhir ini, karena terus dilakukan usaha penyelesaian dan Investigasi kasus, ketua LSM KOAD diberikan kuasa melalui KAN Lubuk Kilangan oleh Kaum Tanjung, kaum Melayu dan Jambak pemilik tanah ulayat pasar Banda Buek tersebut. inilah kunci penyelesaian masalah pasar Banda Buek. yang selama ini telah menganggu berbagai pihak jelas ketua LSM KOAD kepada redaksi Kabardaerah.

Dalam rangka mencari solusi, serta menjaga agar komunikasi terjaga, kami sudah surati Bank Nagari terkait dengan penguasaan lokasi F2/1 tersebut berikut surat surat yang sudah kami kirim ke Bank milk masyarakat Sumatera Barat ini :

  1. Surat tanggal 6 September 2013 prihal Pemberitahuan
  2. Surat tanggal 19 September 2013 prihal Permohonan penangguhan Kredit petak meja batu
  3. Surat tanggal 8 Agustus 2019 prihal permintaan segera kosongkan kios yang menjadi capem Banda Buek
  4. Surat tanggal 22 Agustus 2019 prihal permintaan segera kosongkan kios yang menjadi capem Bank Nagari Banda Buek
  5. Surat tanggal 22 Juli 2019 prihal permintaan kosongkan kios yang menjadi capem Bank Nagari Banda Buek
  6. Surat tanggal 30 Juli 2019 prihal permintaan segera kosongkan kios yang menjadi capem Bank Nagari Banda Buek
  7. Surat tanggal 19 Agustus 2019 prihal permintaan segera kosongkan kios yang menjadi capem Bank Nagari Banda Buek dan kembalikan ke bentuk semula
  8. Surat tanggal 27 Agustus 2019 prihal permintaan kosongkan petak kios yang menjadi capem Bank Nagari Banda Buek

” Semua surat yang kami kirim tidak satupun yang dibalas, dilihat dari sikap Bank Nagari terhadap surat yang kami kirim, maka sampai saat ini belum ada titik terang, bahwa Bank Nagari bersedia menyelesaikan kepada pihak proyek. sepertinya Bank Nagari memilih untuk bertahan dan diam”, kata Indrawan

Saya juga telah membicarakan hal ini dengan salah satu direksi Bank Nagari, “Kalau kami lakukan pembayaran, berarti kamilah yang akan jadi tersangka,” kata salah satu direksi Bank Nagari yang sempat berdiskusi dengan ketua LSM KOAD beberapa waktu yang lalu. (TIM)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *