Menghadapi Pelelangan Aset Oleh Bank Pemberi Kredit

Sumbar.KabarDaerah.com,Padang-Permasalahan Hutang di Bank kadang membuat kita pusing dalam usaha penyelesaiannya, kita berharap permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Pertama-tama perlu saya sampaikan bahwa ada beberapa ketentuan hukum yang terkait dengan pemberian pinjaman oleh Bank kepada orang yang meminjam dana (Debitur).

Pertama adalah ketentuan legi generali-nya yang terdapat dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), tentang Pinjam Meminjam terjemahan Prof. R. Subekti), yang selengkapnya akan kami kutip sebagai berikut:

“Pinjam-Meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”

Selanjutnya ada juga  ketentuan mengenai pinjaman (Kredit) yang diberikan oleh Bank, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 Butir 16 Undang-Undang No.7 Tahun 1992tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 (“UU Perbankan”), yang berbunyi:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

Selain itu, dalam konteks pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa agunan yang Anda maksud adalah berupa benda tidak bergerak yang dimiliki dengan dasar Hak Milik, Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai Atas Tanah Negara, yang dalam koridor Hukum Jaminan, tunduk pada ketentuan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”) yang merupakan ketentuan khusus (lex specialis) dari Pasal 1332-1334 KUH Perdata tentang Piutang-Piutang yang diistimewakan pada umumnya.

Adapun definisi mengenai Hak Tanggungan sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 UU Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Lebih lanjut, hubungan hukum antara Bank selaku pemberi Kredit (Kreditor) dan Nasabah selaku peminjam dana (Debitor) akan dituangkan dalam suatu Perjanjian Kredit yang bersifat mengikat (Vide: Pasal 1338 KUH Perdata) dan wajib untuk dilaksanakan (Vide: Pasal 1234 jo. 1239 KUH Perdata). Sedangkan pemberian agunan oleh Anda selaku debitur kepada pihak Bank akan dituangkan dalam perjanjian pengikatan jaminan yang sifatnya accesoir (tambahan) dan mengikuti pada Perjanjian Kredit yang merupakan perjanjian utamanya (pokok).

Menjawab pertanyaan Anda, dalam Perjanjian Kredit biasanya terdapat klasula-klausula yang mengatur mengenai hak dan kewajiban Para Pihak.Misalnya kewajiban Anda untuk membayar cicilan kredit tepat waktu dan sesuai dengan jumlah yang sudah disepakati dengan pihak Bank beserta bunga atau pinaltinya, dan juga dalam hal adanya cidera janji (wanprestasi) dari debitur serta bagaimana penyelesaian kredit yang dapat dilakukan oleh Bank selaku kreditur.

Sebagai referensi untuk Anda, saya akan mengutip pendapat Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian, penerbit PT Intermasa, halaman 45, Wanprestasi (kelalaian/kealpaan) seorang debitur dapat berupa:

  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
  2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
  3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Dengan demikian, apabila cicilan yang Anda bayarkan adalah kurang dari yang sudah disepakati dalam Perjanjian Kredit, maka Bank sebelumnya dapat memberikan Surat Peringatan atau somasi (sebelum terjadinya wanprestasi) sesuai dengan Pasal 1238 KUH Perdata, yaitu agar debitor melaksanakan kewajibannya.

Apabila setelah diperingatkan dalam tenggat waktu yang wajar, Anda masih belum dapat memenuhi kewajiban Anda selaku debitur, maka Bank selaku pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut (Vide: Pasal 6 UU Hak Tanggungan)

Sebagai tambahan referensi untuk Anda dan para pembaca lainnya, Victor Hutabarat, SH selaku mantan Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta berpendapat bahwa pada umumya nilai jaminan akan selalu lebih besar dari nilai hutang, ini adalah perwujudan dari asas kehati-hatian (prudential) yang selama ini dipegang teguh oleh Bank selaku penyalur kredit.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga berguna dan memberikan pencerahan untuk Anda.

Dasar hukum:

  1.       Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  2.       Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
  3.       Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998

Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah

Mengajukan pinjaman bank menjadi pilihan banyak orang, terutama mereka yang menginginkan proses pengajuan yang cepat dan mudah. Selain pengajuan pinjaman dengan agunan, produk Kredit Tanpa Agunan (KTA) merupakan salah satu jenis pinjaman yang paling banyak diminati masyarakat.

Sistemnya dianggap praktis dan mudah untuk diakses, meskipun pada dasarnya KTA justru menerapkan sejumlah bunga pinjaman yang sangat tinggi. Bank tentu memiliki kebijakan tersendiri terkait penerapan bunga ini, mengingat tingkat pengembalian KTA juga memiliki risiko yang cukup tinggi.

Lalu, bisakah bank melakukan penyitaan aset jika pinjaman ini macet dan kapan bank akan melakukan penyitaan tersebut?

Bila Bank Menyita Aset…?

Jika pembayaran pinjaman Anda mengalami penunggakan, maka jelas pihak bank akan melakukan penyitaan terhadap aset yang Anda punya. Namun hal ini tentu tidak dilakukan dengan serta merta sesaat setelah Anda menunggak cicilan, sebab bank juga memiliki prosedur terkait dengan sistem penyitaan ini.

Selain itu, aset yang disita juga akan disesuaikan dengan nilai utang Anda, sehingga Anda tidak akan dirugikan. Sebagai debitur, Anda juga akan menerima surat pemberitahuan terlebih dahulu, termasuk kunjungan dari pihak bank sebelum akhirnya dilakukan penyitaan.

Nah, jika kebetulan Anda punya urusan dengan masalah perbankan, ketahui prosedur penyitaan aset yang dilakukan oleh bank terkait pembayaran pinjaman macet seperti dikutip dari Cermati.com.

1. Surat pemberitahuan keterlambatan pembayaran

Bank sudah memiliki sistem yang akurat, sehingga tidak dengan serta merta melakukan penyitaan tanpa adanya laporan yang jelas terkait dengan penunggakan yang dilakukan oleh nasabahnya.

Di saat Anda melakukan keterlambatan pembayaran dan melampaui tanggal jatuh tempo, maka:

  • • Keesokan harinya sistem akan segera mencetak laporan keterlambatan tersebut melalui komputer admin. Hal ini biasanya berjalan otomatis, di mana nama para debitur yang menunggak akan masuk laporan dan menunggu proses penanganan selanjutnya.
  • Laporan keterlambatan ini akan diteruskan ke credit admin dan bagian marketing untuk proses selanjutnya. Di sana, laporan tersebut akan ditindaklanjuti dengan cara pemberitahuan keterlambatan pembayaran, baik itu melalui sambungan telepon ataupun surat keterlambatan pembayaran.
  • Dalam masa 1 bulan pertama penunggakan ini, pihak bank akan mengirimkan 1 kali surat pemberitahuan penunggakan pembayaran dan melakukan sambungan melalui telepon setiap minggu (1 kali seminggu).
  • Namun jika kedua langkah di atas tetap diabaikan dan belum ada niat baik dari debitur untuk melakukan pelunasan, maka pihak bank akan mengirimkan surat peringatan. Surat teguran ini biasanya berisi peringatan yang lebih keras dari surat pemberitahuan sebelumnya.
  • Bukan hanya itu saja, pengiriman surat teguran ini juga dibarengi dengan kedatangan pegawai bank secara langsung ke kediaman debitur. Dalam kesempatan tersebut, kedua belah pihak bisa berkomunikasi langsung dan menyelesaikan masalah penunggakan tagihan tersebut. Langkah ini biasanya dilakukan setelah 1 bulan pengiriman surat pemberitahuan awal, di mana pihak bank akan mendatangi debitur setiap minggunya (1 kali seminggu). Dalam tahap ini masih dimungkinkan adanya diskusi terkait dengan pelunasan hutang yang tertunggak tersebut.

2. Pengiriman Surat Peringatan

Jika sudah melewati tenggat waktu yang ditetapkan oleh pihak bank setelah pengiriman surat teguran, tetapi pihak debitur belum memberikan respons baik, maka:

  • Bank akan segera mengirimkan Surat Peringatan (SP). SP ini berisi teguran yang lebih keras dan di saat bersamaan pihak bank juga akan menurunkan status kredit debitur tersebut menjadi lebih rendah dari sebelumnya. Surat ini akan dikirimkan sebanyak 3 kali berturut-turut selama 3 minggu.
  • SP – 1 biasanya akan dikirimkan dan berisi tentang penurunan status kredit debitur yang berubah menjadi kurang lancar dan sedang dalam perhatian khusus. Bila selama seminggu tidak ada respons baik, maka pihak bank akan kembali mengirimkan SP ke 2 yang berisi penurunan status kredit debitur dari kurang lancar menjadi status kredit yang diragukan.
  • Jika SP ke 2 ini juga tidak digubris oleh debitur, maka pihak bank akan mengirimkan kembali SP ke 3 yang memuat status debitur menjadi kredit macet.

3. Tindakan Penyitaan Aset

Setelah dua tahap di atas dilalui dan pihak debitur masih saja mengabaikan semua surat peringatan yang sudah dikirimkan oleh bank, maka pihak bank akan melakukan tindakan tegas kepada debitur, yakni dengan melakukan penyitaan aset.

Hal ini dilakukan untuk mengamankan aset sebagai jaminan atas utang yang belum dilunasi oleh debitur. Tindakan ini pada dasarnya bukanlah penyitaan, namun bentuk pengamanan yang dilakukan oleh pihak bank terhadap aset, di mana aset tersebut akan diawasi hingga proses pelunasan utang debitur bisa terlaksana dengan baik.

Pertimbangkan dengan matang sebelum mengajukan pinjaman

Mengajukan pinjaman ke bank memang bisa saja menjadi solusi bagi masalah keuangan, namun bisa juga menjadi masalah di dalam keuangan itu sendiri di masa yang akan datang. Pastikan Anda selalu cermat dan merencanakan pengajuan pinjaman Anda dengan matang, sehingga kelak Anda tidak mengalami masalah dalam pelunasan. Kegagalan pembayaran seperti ini bisa berakibat fatal dan membuat aset Anda disita oleh pihak bank.

Begini cara menghadapi rumah yang akan dilelang

Begini gambaran persolannya intinya, saya terlibat utang dengan bank dan mengalami kredit macet, soalnya posisi saya sekarang bener-bener usahanya sedang kacau.

Sudah jalan 5 tahun ini saya selalu membayar cicilan hutang ke bank itu, tapi 3 bulan ini saya mengalami kredit macet.

Berhubung jaminannya adalah rumah, pertanyaan saya misalnya harga rumah yang dijaminkan 1 Miliar, utang saya ke bank 500 Juta. Apa mungkin pihak bank akan menjual jaminan itu semaunya dia asalkan ketutup uang saya sebesar 500 juta itu ? Makasih. itu sebuah pertanyaan seorang nasabah Bank.

Begini Jawabannya :

Doa kita semua semoga dirimu yang lagi membaca cepet bangkit dari keterpurukan. Tetap semangat adalah obat mujarab yang bisa membuat kita keluar dari lubang keterpurukan.

Sehubungan dengan masalah utang-piutang di bank dengan jaminan hak tanggungan berupa rumah. Langsung ke point masalahnya.

Mengingat cicilan kamu sudah macet pembayaran hutang selama 3 bulan, maka adalah hal yang wajar jika bank akan melakukan lelang.

Dasar hukum bank melalukan lelang adalah karena adanya akta perjanjian hak tanggungan (APHT) yang obyek jaminannya adalah rumah itu.

Dasar hukumnya yaitu  Pasal 1 angka 1 No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah berikut benda benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut untuk pelunasan utang tertentu, dimana kreditur (orang yang memberi utang) mempunyai kedudukan yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya.

APHT itu mempunyai kekuatan eksekutorial loh yah, jadi dalam kasus ini pihak bank bisa menjual secara langsung tanpa adanya putusan dari pengadilan, mengingat dirimu telah wanprestasi.

Tapi di sini ada tips hukum dari kami, jika kamu saat ini kesulitan untuk melakukan pembayaran maka lebih baik kamu menunjukkan itikad baik kepada bank guna menyelesaikan masalah ini. Semisal kamu bernegosiasi untuk menjual rumah itu sendiri atau bahasanya menjual di bawah tangan agar memperoleh harga yang paling tinggi.

Dasar hukum untuk penjualan di bawah tangan adalah Pasal 20 Ayat (2) UU Hak Tanggungan, atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan bisa aja dilakukan di bawah tangan. Keuntungan dari opsi penjualan di bawah tangan adalah objek Hak Tanggungan bisa dijual dengan harga tertinggi yang tentunya akan menguntungkan semua pihak.

Terkait problem masalah nilai penjualan yang dikhawatirkan, apakah bank akan menjual dengan nilai semaunya yang penting utang kamu tertutup.

Ternyata tidak demikian, misalnya harga rumah dirimu 1 Miliar, dan dilelang pun laku 1 Miliar sedangkan kekurangan hutangmu di bank sekitar 500 juta, maka teknisnya bank akan hanya mengambil uang 500 juta tersebut guna menutup utangmu gaes, dan sisanya 500 juta lagi dikembalikan kepada dirimu.

Inilah informasi yang dapat kami sampaikan, ingat pesan kami di atas, tunjukkan itikad baik kita agar semua pihak diuntungkan.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *