Perlindungan Masakan Minangkabau, Status Hukum Hak Cipta

Ditulis Oleh  :  Labai Korok Piaman

 

Kasus Babiambo memberi pelajaran kepada orang Minangkabau sedunia. Kita heboh se Ranah dan Rantau. Saking hebohnya, mulai dari pejabat berteras sampai yang tidak pejabat ikut mengutuk restoran babi di wilayah Kelapa Gading.

Restoran itu menyuguhkan menu dasar babi dengan cita rasa Restoran Padang tersebut.

Siapa yang tidak kaget atau terkagetkan dengan kondisi ini, dimana bahan dasar masakan Minang atau masakan Padang selama “Duya ta kambang” tidak ada yang berbahan dasar babi, serta bahan dasar yang diharamkan oleh Islam. Pasti semuanya akan mengecam dan mengutuk pemilik restoran itu.

Penulis sebenarnya bangga dengan orang Minangkabau yang rame-rame mengutuk melalui media lokal, nasional, internasional. Idealnya juga membuat surat pelaporan agar pemilik restoran itu diproses oleh penegak hukum. Tapi Polisi cepat tanggap telah memproses pemilik dibawa kekantor Polisi.

Momen kasus ini menurut Penulis, semua pejabat yang saat ini tidak berjabat harus paham bahwa “sekali aie gadang sekalian tapian berubah”, cupak diasak dek urang paladang, jalan diubah dek urang mangaleh” itu akan terjadi.

Apalagi nusantara ini penuh dengan kemajemukan dan berbagai suku, agama, ras yang bisa saling berinovasi untuk kepentinganya.

Artinya, masakan Minang atau masakan Padang bisa diinovasikan oleh orang lain yang memiliki kepentingan untuk tujuang apapun, terutama kepentingan bisnis atau ekonomi yang miliki pasar tersendiri.

Pertanyaan sejauh mana anggota DPR RI, DPD RI, Kepala Daerah mantan Gubernur, tokoh masyarakat, ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai mengantisipasi dikemudian hari jangan ada kasus baru seperti babiambo ko.

Langkah-langkah apa yang sudah dilakukan selama ini melindungi masakan padang, merek paten restoran Padang, lapau Padang, rumah makan padang atau semua menu masakan Minang yang ada hubungannya dengan hukum atau hak cipta, hak kepemilikan. Atau selama ini belum ada?.

Pertanyaan diatas perlu dituntaskan, andaikan selama ini pemangku kepenting belum mempatenkan hak kepemiliki urang Minang tersebut. Berharap jangan kita hanya mengutuk kegelapan tapi tidak pernah bekerja untuk menghidupi lilin atau lampu sebagai penerangan.

Jangan kita hanya seperti pemadam kebakaran, semuanya serba tiba-tiba, seolah-olah, tapi langka kongrit penuntasan kedepan tidak ada. Idealnya pemangku kepentingan ranah rantau sudah membuat status hukum kepemilikan menu masakan Padang, menu masakan Padang hanya Minang yang punya secara hukum Indonesia dan hukum Internasional.

Pelindung hukum terhadap menu masakan Padang harus dilakukan untuk mempertahankan kepemilikan hak cipta urang Minangkabau. Untungnya kasus yang terjadi sekarang ini dilakukan oleh satu orang. Coba yang lakukan perobahan menu masakan Padang berubah dasar babi ini perusahan atau ada perlindungan suatu negara. Apakah orang Minang masih sangup memprotesenya?.

Kedepan harapan mari lindungi orang, pengusaha masakan Padang dengan status hukum formal yang ada. Sehingga kepemilikan hak cipta urang Minang bisa dipertahkan dan tidak ada yang meniru atau menggantinya seperti kasus rendang babi (babiambo).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *