Elit Partai Bangun Budaya Proporsional Tertutup, Pemilu Tahun 2024 Mau Terbuka

Ditulis Oleh  :  Labai Korok Piaman

 

Analisa Penulis, bahwasan pemilihan umum tahun 2024 memakai sistim proporsional tertutup. Hal ini akan terjadi paska penetapan calon legislatif sebagai peserta tetap. Dimana para calon peserta pemilu legislatif tidak lagi bisa menarik berkas/dokumen tidak ikut pemilu karena sudah ditetapkan sebagai calon legislatif (DPR RI, DPRD Propinsi, DPRD Kab/Kota) di KPU.

Jadi sangat wajar awal Pemilu tahun 2024 ini sebanyak 8 partai politik yang ada diparlemen ngotot menolak penggunaan sistem proporsional tertutup alias coblos gambar partai bersuara di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, hari ini, Ahad, 8 Januari 2023.

Kesemua Ketua Umum Partai beserta jajaran pengurus inti bakal mengkonsolidasikan gerakan penolakan tersebut. Dari 9 parpol di parlemen, hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang absen. Yang tetap komit memintak sistim proporsional tertutup.

Jika partai-partai tersebut tidak menolak isu proporsional tertutup, dipastikan tidak akan ada tokoh atau tidak ada masyarakat yang mau mendaftar menjadi calon legislatif ke partai-partai yang ada. Bisa jadi partai tersebut akan kekurangan calon anggota dewan yang akan bertarung Pemilu tahun 2024.

Seandainya mau dilakukan kritikan terhadap partai-partai yang ada. Sekarang budaya sistim proporsional tertutup sudah dianut oleh partai-partai besar, termasuk 8 partai yang kemarin mendeklarasikan diri ingin keterbukaan itu.

Belajar dari pemilu sebelumnya budaya tertutup partai-partai tersebut diawali dengan para pengurus teras partai (Ketua, Sekretaris dan lainnya) atau petinggi partai sudah memasukan para keluarganya dan konco-konco menjadi calon anggota legislatif.

Dalam daftar Caleg terdapat yang nomor 1, nomor urut 2 itu adalah keluarga Ketua partai bisa anak, bisa istri, bisa adik, bisa keponakan atau orang lingkaran terdekat dari petinggi partai-partai tersebut.

Adapun orang-orang yang miliki ketokohan, kader terbaik partai secara kredibilitas hebat, ketokohan diletakan dipencalegkan nomor buncit atau nomor akhir. Indikator karena tidak merupakan keluarga petinggi partai.

Penulis melihat sekarang budaya proposional tertutup itu sudah terjadi dalam lingkaran partai-partai. Jadi secara analisis, mau jujur, partai-partai memperjuangkan proposional terbuka harus dimulai dari internal partai menyusul bakal caleg dan sampai sistim pelaksanaan pemilihannya sendiri.

Jangan ujub-ujub di internal partai memakai budaya proposional tertutup untuk melanggengkan oligarki internal, tapi untuk publik dimintak terbuka, itu budaya partai yang tidak adil dalam demokrasi.

 

Editor  :  Robbie

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *