Tak Berkategori  

Penyelesaian Sertifikasi Huntap Korban Tsunami, Menjadi Prioritas Pemda Mentawai

Tuapeijat, kabardaerah.com – Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat memprioritaskan penyelesaian sertifikat tanah lokasi Hunian Tetap (Huntap) korban tsunami 2010 di Pagai Utara dan Pagai Selatan.

“Penyelesaian sertifikat tanah masyarakat di lokasi Huntap, sudah menjadi prioritas Pemda Mentawai, karena negara sudah mengeluarkan anggaran, itulah bagian dari pengakuan dari negara, soal hak mereka tentang perumahan tidak perlu diragukan karena sudah hak masyarakat dan sudah jelas itu karena uang negara itu sudah diberikan kepada mereka,” kata Kortanius Sabeleake, Wakil Bupati Mentawai Kortanius Sabeleake di Tuapeijat, Sabtu.

Korta menjelaskan Pemda Mentawai sedang melakukan upaya untuk mengeluarkan dari status hutan produksi dengan program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang merupakan program Presiden RI Joko Widodo.

“Yang kita usulkan sekarang adalah melalui program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) yang merupakan program presiden Joko Widodo adalah sertifikasi tanah perkampungan, dan perladangan masyarakat, jadi ada reformasi agraria, semua perladang, pemukiman masyarakat dikeluarkan dari status hutan produksi ini yang sedang kita usulkan,” kata Korta.

Meski belum ada jawaban Pemda Mentawai akan tetap mengawal agar status tanah di lokasi Huntap tak lagi berstatus hutan produksi.

“Jawaban memang belum, tentu harapan kita ini bisa dikeluarkan dari hutan produksi, kita sudah ketemu dengan BPN, Kehutanan, dan ini sedang proses, yang diusulkan atau keluarkan dari hutan produksi adalah semua huntap, termasuk jalan, minimal sebelum habis masa Presiden Joko Widodo sudah masuk dalam data, pelepasan dan pengakuannya dulu yang kita kejar,” jelas Korta.

Ada sekitar 6 ribuan hektar yang harus dikeluarkan dari status hutan produksi, dan ada sekitar 2000-an KK, masing-masing KK ada sekitar 2,5 hektar, upaya ini kata Korta sejak 2017.

“Upaya kita sudah dari tahun 2017, kita sampai ke BPN bahwa baru kita tahu status tanahnya belum tukar guling, kita tanya juga ke kehutanan tanah tukar guling itu tidak ada,” ujarnya.

Setelah dikonfirmasi penggantinya di Sijunjung tidak ada, lalu cari tahu ke Kementrian, malah di suruh untuk mencari tanah tukar guling dan di Mentawai tidak mungkin lagi, terkait APL tinggal 18 persen, lalu kalau itu ditukar guling sekarang saja pulau-pulau kecil sudah hutan produksi.

Berbagai cara ditempu oleh Pemda Mentawai seperti melakukan koordinasi dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat , melalui RTRW juga.

“Dalam RTRW sudah kita usulkan, hanya di tata ruang finalnya di DPRD tingkat provinsi ini juga soal politik juga, kemungkinannya kalau sudah di provinsi kalau saya lihat sangat berat karena ada pembagian kewenangan kewajiban antara provinsi dan kabupaten bahwa harus ada hutan produksi, lindung, APL, hutan produksi dan hutan lindung semua dialihkan ke mentawai kewenangan pertukaran kawasan berada di pemerintahan provinsi,” kata Korta.

Korta sendiri menjelaskan jika dilihat sekarang daerah lain masih sangat sulit dicari lokasi tukar kawasan. “Dimana kita merubahnya lagi mana lagi ada daerah yang menerima, hutan di daerah kita susah sangat terbatas, dan sempit apalagi kita Mentawai, di Mentawai sekarang ada pemekaran kecamatan, ada pemekaran desa, di daerah kita sudah sangat tidak mungkin dan sudah sempit,” kata Korta.

Proses penyelesaikan sertifikasi kata Korta normatifnya menghabiskan waktu sekira 1 tahun. “Karena tentu mereka melakukan pendataan semua lokasinya, karena datanya ada di BPN, Kehutanan, lalu harus cek lagi memastikan posisi kordinat,” kata Korta.**

antarasumbar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *