Tak Berkategori  

Refly Harun: KSP Cuma Buat Akomodasi Kepentingan Politik Jokowi

JAKARTA – Presiden Joko Widodo mengangkat Ali Mochtar Ngabalin sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi di Kantor Staf Presiden (KSP). Ali Mochtar yang merupakan mantan tim sukses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pemilu 2014 bertugas membantu Presiden Jokowi melakukan komunikasi politik kepada publik.

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan selain sebagai dapur pemikiran Presiden, keberadaan KSP dinilainya hanya untuk mengakomodasi kepentingan politik Presiden Jokowi karena diisi kebanyakan orang-orang dengan latar belakang politisi. Seharusnya, orang-orang yang diangkat Presiden menduduki posisi di KSP adalah orang-orang yang memiliki kualifikasi akademis yang jelas.

“Terkesan yang diangkat ini adalah sekadar untuk mengakomodasi arus politik. Jadi KSP menurut saya terlalu politis. Seharusnya dia lebih banyak bertindak membantu kebijakan Presiden, bukan dapur kampanye Presiden untuk terpilih kembali,” jelasnya ditemui di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (24/5).

Refly menambahkan, memang menjadi hak dan kewenangan KSP merekrut siapapun. Namun demikian ia merasa aneh jika yang direkrut adalah Ali Mochtar Ngabalin walaupun prosesnya legal.

“Itu haknya KSP dan tentu saya tidak bisa mengatakan itu ilegal. Tapi hanya menyayangkan,” ujarnya.

Dia juga mempertanyakan apa hakikat dari keberadaan KSP. Menurutnya, KSP justru terkesan sebagai lembaga kampanye capres, bukan lembaga tim pembantu Presiden. Apalagi pengangkatan Ali Mochtar dan beberapa tenaga ahli lainnya berdekatan dengan tahun politik.

“Walaupun sekali lagi saya mengatakan itu tak bisa dikatakan ilegal,” tambahnya.

Dia melihat ada upaya Jokowi sebagai capres untuk menggalang kekuatan untuk kampanye politik atau Pilpres. Sehingga yang diangkat bukan tokoh yang bisa memberi masukan atas kebijakan-kebijakan Presiden dalam bidang pembangunan, ekonomi, politik, hukum dan lainnya tapi orang yang bisa masuk pada kalangan tertentu.

“Jadi ini strateginya kampanye. Bukan lagi KSP yang saya bayangkan,” ujarnya.

Idealnya KSP diisi orang-orang yang memang memiliki keahlian di bidangnya. “Kalau dilihat di lingkaran KSP itu rata-rata atau di lingkaran Presiden rata-rata banyak komunikasi politik. Komunikasi politik berkaitan dengan kampanye. Padahal negara ini membutuhkan orang-orang yang expert di bidang-bidang tertentu yang memang dibutuhkan untuk memberikan pendapat bagi kebijakan-kebijakan Presiden,” paparnya.

“Bukan orang yang sekadar me-make up Presiden atau orang yang dianggap kemudian bisa masuk ke kalangan tertentu. Kalau demikian kan konsepnya kampanye, bukan membantu kerja Presiden lagi,” lanjutnya.

Waktu pengangkatan juga bisa menguatkan dugaan KSP hanya menjadi alat politik Presiden menjelang Pilpres 2019. Ini dapat dilihat dari latar belakang orang-orang yang diangkat.

“Bukan dari kalangan-kalangan profesional. Tapi dari kalangan-kalangan kelompok politik,” ujarnya.

“Apakah itu sah? Ya sah-sah saja. Tapi memang menurut saya kehadiran KSP harusnya tidak ke sana. Tapi menurut saya penggantian (Kepala) KSP dari Teten (Masduki) ke Moeldoko memang mengindikasikan pada kelompok-kelompok politik itu. Bukan pada bagaimana memperkuat lembaga think tank,” kata Refly. (mc)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *