Kisah Sejarah Lahirnya Negeri Ujung Gading, Kota Seribu Gejolak Seribu Rindu

PASAMAN BARAT- Daerah Ujung Gading diperkirakan sudah dihuni oleh manusia semenjak tahun 1400 an masehi. Meski sudah dihuni oleh manusia, namun awalnya  belum bernama Ujung Gading. Hanya tempat berhuma (berladang), persinggahan musafir dan pedagang yang lewat.

Alkisah pada masa dahulu seorang lelaki bernama Mangkapi Raja, bermigrasi dari “Balikan” ( sebutan untuk wilayah di balik gunung atau tepatnya wilayah Madina ) ke wilayah yang kita kenal sebagai Ujung Gading sekarang.

Ada beberapa versi yang menjadi penyebab migrasinya Mangkapi Raja kala itu.

Pertama, karena mencari ladang baru untuk berhuma.

Kedua, karena menghindari kerja rodi dan pajak oleh Belanda di Mandahiling sana.

Ketiga, karena konflik memperebutkan kerajaaan di tempat asal mereka mandahiling.

Keempat, karena di Balikan, dikampung asal mereka, terjadi perang racun (porang rasa,sejenis racun tradisional Mandahiling: red).

Setelah sampai daerah Kuamang, tepatnya di sekitar lokasi kantor Polsek Ujung Gading sekarang, beliau mendirikan sebuah pondok besar sebagai tempat bernaung.

Konon di saat membuka lahan di wilayah itu, ditemukan sepotong gading gajah, yang kemudian dijadikan sebagai hiasan di ujung atap rumah Mangkapi Raja.

Peta Ujung Gading warisan Belanda.

Rumah Mangkapi Raja diriwayatkan berbentuk panggung dan memiliki langkan yang luas. Mangkapi Raja juga dikabarkan berhati lapang dan gemar menerima tamu. Langkan tersebut sering dijadikan tempat bermalam oleh para tamu serta pedagang maupun musafir yang melintas sebelum melanjutkan perjalanan.

Karena sering di jadikan tempat singgah, rumah Mangkapi Raja yang berhias gading gajah itu menjadi terkenal.

“Naon maradian kita di bagas na adong ujung gading nai”, nanti kita istirahat di rumah yang ada hiasan ujung gading nya. Demikian kira kira percakapan pedagang dan musafir  kala itu.

Hal itu membuat kata kata “Ujung Gading” menjadi lazim di sebut dan akhirnya menjadi nama wilayah itu.

Saat bermigrasi Mangkapi Raja dikabarkan tidak datang sendiri. Bersama dirinya ada beberapa pengikut. Entah itu pasukannya atau bahkan budak.

Menurut Dr Zawil Huda, Spd , SH, MA dalam tulisannya “Ujung Gading, Kota Seribu Gejolak Seribu Rindu”, nenek moyang orang Ujung Gading dahulunya datang bermigrasi secara bergelombang.

Ada yang bermigrasi membawa keluarga saja, ada pula yang bermigrasi membawa pasukan.

Diantara mereka bahkan ada yang membawa ratusan budak manusia atau dalam bahasa Mandahiling disebut “Atoban”. Cerita tersebut ia peroleh dari Ompung Raja Syukur, keturunan raja Situak yang masih hidup saat itu.

Pembagian Banjar

Mangkapi Raja kemudian membagi pengikutnya itu kedalam 12 kelompok. Masing masing kelompok mengolah lahan perkebunan ( Banjar ) yang ditunjuk oleh Mangkapi Raja.Setiap banjar memiliki satu kepala banjar.

Seiring waktu jumlah mereka semakin bertambah, sebahagian kelompok itu kemudian menyeberangi Batang Sikerbau untuk bercocok tanam.

Kabar tersebut sampai ke telinga Yang Dipertuan Daulat Parit Batu, ia bersama beberapa prajuritnya kemudian mendatangi Banjar milik Mangkapi Rajo. Daulat Parit Batu kemudian bermukim sementara di Kampung Koto( Koto Rajo), mengumpulkan informasi.

Setelah memastikan ada orang asing yang bertani di di wilayahnya, Raja Parit Batu marah dan mengirim titah kepada Mangkapi Raja yang kira kira berbunyi ” Hai Mangkapi Raja Banjar, wilayah ini adalah milik raja Minangkabau, Kau dan pengikutmu harus angkat kaki, kalau tidak kalian akan diperangi “

Mendapat perintah itu, Mangkapi Raja dan para kepala Banjar menjadi panik. Mangkapi Raja kemudian mengumpulkan para kepala Banjar dan melakukan musyawarah.

Akhirnya diputuskan, Mangkapi Raja akan menghadap Daulat Parit Batu, memberi upeti dan bermohon agar di izinkan tinggal di wilayah Ujung Gading.

Maka dikumpulkanlah bekal untuk perjalanan, kemudian Mangkapi Raja beserta beberapa kepala banjar berangkat ke Istana Daulat Parit Batu untuk membujuk Raja itu.

Namun kiranya raja tak mudah di bujuk. Bahkan rombongan Mangkapi Raja tak di izinkan untuk menemui Daulat Parit Batu. Karena berhari hari tak kunjung bertemu Raja, akhirnya perbekalan rombongan itu mulai habis. Demikian pula kesabaran Mangkapi Raja.

Pada suatu hari dengan tekad yang bulat, Mangkapi Raja berniat menemui Daulat Parit Batu, apapun caranya.Namun niatnya itu dihalangi oleh Dubalang Istana yang sakti orangnya.

Menurut cerita opung opung kita (kakek buyut), jika Dubalang istana itu menebaskan kerisnya, maka putuslah batang kelapa. Hal ini tentunya tak bisa di tulis dalam sejarah, bisa jadi benar bisa jadi hanya dongeng pemanis cerita.

Namun Mangkapi Raja tak gentar, dan ajaibnya Ia bisa mengalahkan Dubalang istana dan membunuhnya.

Melihat kehebatan serta kegigihan Mangkapi Raja, kagumlah hati Daulat Parit Batu. Ia kemudian memberi izin kepada Mangkapi Raja untuk menetap di wilayah Ujung Gading dan memberinya gelar ” Natanggang” artinya orang yang gigih.

Pengakuan raja itu tertuang dalam sebait syair yang di tulis oleh Daulat Parit Batu yang berbunyi :
Bulek sudah kato lah abih
Kok tanah lah dibingkahkan
Kok adat lah ditentukan
Kok kalang batang lah baimpik
Kok daun lah basauo
Kok dadak lah batimbun
Batali ko Parik Batu

Setelah mendapat pengakuan Daulat Parit Batu, “Natanggang” kemudian kembali ke Ujung Gading dan segera membentuk beberapa Datuk, diantaranya :

Untuk orang Mandahiling dari Ampu Rajo, di angkat seorang Datuk dengan gelar Gompo Rayo
Untuk orang Mandahiling dari Maya maya diangkat seorang Datuk bergelar “Kinaya”
Untuk orang Mandahiling dari Apinis, di angkat seorang Datuk bergelar Datuk Sordang.
Sedangkan untuk orang Mandahiling yang menetap di sekitar Kuamang di angkat seorang Datuk bergelar Kompek Suku.

Diriwayatkan pula bahwasanya Tuanku Imam Bonjol, sang Pahlawan Nasional  pernah tinggal beberapa bulan di Ujung Gading. Konon dialah yang mengislamkan raja- raja, penghulu serta hulu balang di sekitar wilayah ini, sampai ke kerajaan Situak Tempo Doeloe.

Adapun akurasi dari kisah kisah tersebut tentu lebih layak dinilai oleh para ahli sejarah. Sedang penulis bukanlah ahli sejarah. Demikianlah sejarah singkat lahirnya negeri Ujung Gading, semoga dapat menambah wawasan dan rasa cinta kepada Nagari seribu gejolak seribu rindu, Nagari kita Ujung Gading.

Penulis : Wawan S

Sumber artikel “Ujung Gading Kota Seribu Gejolak Seribu Rindu ” Karya Dr Zawil Huda, Spd, SH, MA diterbitkan di situs kawalbangsa.com
Pustaka UIN Padang “Sejarah Singkat Ujung Gading” Pengarang tidak diketahui.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *