Era Baru Pecah Kongsi, Sopir Ditinggalkan Sitokar (Kernet) Atau Sebaliknya?

Oleh : Aldoris Armialdi (Pimpinan Perusahaan Kabardaerah.com)

Pecah kongsi merupakan sebuah fenomena politik yang tidak bisa dielakan oleh pasangan kepala daerah, baik itu di tingkat provinsi, maupun tingkat kabupaten/kota. Dan kondisi ini menandakan dimana bupati kondisi dimana bupati dan wakilnya tidak melanjutkan kembali memimpin dalam periode selanjutnya secara bersama.

Banyak istilah-istilah dalam makna pecah kongsi ini, seperti “sopir ditingakan sitokar”, karena dalam hal ini wakil kepala daerah memang sering disamakan dengan sopir dua, sitokar (kernet), dan istilah pa ambuih lasuang atau ban serap. Beda dengan bupati yang di ibaratkan sebagai seorang sopir atau pramudi.

Banyak yang menjadi misteri dalam ketidak cocokan kedua pimpinan kepala daerah teraebut, yang baru separuh jalan sudah pecah kongsi dan tidak seluruhnya juga faktor fenomena ini terkuak ke publik. Yang diketahui publik adalah sopir yang mencampakan sitokar atau sitokar yang meninggalkan sopir. Dua kalimat yang memiliki arti sama namun mempunyai arti yang dalam bagi mereka yang memiliki pemikiran politik.

Isu pecah kongsi ini, juga terjadi di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Estafet kepemimpinan periode terakhir ini jatuh ke tangan Eka Putra dan Richi Aprian, namun belakangan santer jika keduanya pecah kongsi dan itu kami jawab dengan jawaban Ya.

Hal ini sudah banyak dibuktikan dengan ketidak harmonisan keduanya, dan sering absennya Richi Aprian sebagai wakilnya Eka Putra dalam kegiatan kegiatan yang sudah dijadwalkan oleh Prokopim Humas Tanah Datar. Seperti saat tiba tiba absennya Richi untuk hadir dalam kegiatan tertentu, bahkan sering didapati jika wakil Eka Putra teraebut menghadiri kegiatan diluar jadwal yang sudah ditentukan.

Menurut sumber yang bisa dipercaya, di lingkungan pemda Tanah Datar, seringnya Richi Aprian tidak melaksanakan kegiatan yang notabene sudah diperintahkan Eka Putra tidak banyak yang tahu, hari ini diketahui oleh publik adalah tidak diberikannya ruang kepada Richi Aprian oleh Bupati sendiri. Padahal kenyataannya, sering absen.

“Kadang saat kegiatan dinas luar, yang sudah di acc oleh pak bupati, pak wabub ada beberapa kali yang absen atau tidak hadir. Sementara dikegiatan yang tidak tercatat di bagian protokoler sering wabup hadir,” ungkap salah seorang ASN yang enggan namanya disebut.

Yang kedua, yang sempat mengejutkan publik Tanah Datar, saat Richi Aprian dipecat dari pengurus DPC Partai Gerindra Tanah Datar yang tiba-tiba didaplok menjadi Ketua DPD Nasdem Tanah Datar, bahkan sudah menyatakan dalam beberapa poster dan orasi sebagai calon Bupati yang akan mengeser Eka Putra sebagai incumbent.

Program yang sudah diunggulkan oleh Era Baru (jargon politik Eka-Richi) saat masih mesra dulu hampir tidak semanis yang diharapkan, namun entah kegigihan seorang bupati tanpa mendapatkan saran dari wakilnya, Eka seakan berjibaku sendiri. Ibaratkan, sopir mambaok oto tanpa sitokar (sopir membawa mobil tanpa kernet).

Banyak yang menafsirkan, jika faktor pecah kongsi keduanya dimulai saat sebuah tindakan yang dilakukan oleh pemkab saat Ketua GOW Tanah Datar yang notabene istri Richi Aprian dipindah tugaskan dari OPD terkait ke OPD lainnya. Karena saat itu media mengkritik seorang ASN yang juga istri pejabat sering tidak masuk karena mendampingi suami. Entahlah.

Dan ada juga yang membuat sebuah opini, jika pembagian kue kue di OPD tidak banyak melalui orang yang direkomendasi oleh wabup Richi Aprian. Entah juga. Faktor fenomena politik tetsebut hanya mereka berdua yang tahu. Karena masyarakat hanya tau Eka – Richi, namun saat ini yang ada hanya Eka Saja, atau Richi yang terzholimi. Allahuallam.

Sopir Batak sitokar kaliang
Lari oto sabana manintiang
Padang lah ka Medan, Medan lah ka Jambi
Jambi jo Palembang lah taruih ka Tanjuang Karang

Sopir Batak badan badagok
Laku baiak parangainyo elok
Yo balain pulo nan si tokar kaliang
Walau kulik hitam karajo sabana santiang

Masih ingat lirik lagu almarhum Nedi Gampo diatas? Sebuah lagu yang mencetitakan keakraban sopir dan kernet saat mereka berjalan berdua, sopir tahu dengan kerja sopir, yang kernet juga sangat paham apa yang membuat hati sopir senang sehingga menghasilkan uang.

Namun disaat sopir bekerja sendiri, yang kernetpun sudah pandai membawa mobil, sudah pandai pula mencari penumpang dan bus atau mobil nya juga hampir sama besar dengan yang ditompanginya dulu.

Dalam mencari sebuah keinginan dalam politik, tidak jarang akan menempuh jalan yang mulus, terjal, kering maupun berlobang. Asal keinginan politik itu tercapai, berbagai sindiran yang dilontarkan diabaikan. Kalau perlu diam dan diam, diam dan diam. Sekali kali muncul dengan kerutan dahi seolah olah nampak sedang terzholimi.

Janji janji politik saat mesra mesra dulu sampai lupa, bahkan dengan polos kadang sipenjaga berani berkata, semua wewenang bupati kalau pak wabup apalah.

Melihat perang dingin yang terjadi di Tanah Datar saat ini, saya mencoba memganalisa fenomena yang banyak terjadi menjelang pemilu atau pilkada, namun dalam hal ini mari kita mencoba memberikan dua opsi kepada Eka – Richi agar tetap langeng dan berjaya dengan program yang dicetuskan bersama, keinginan itu sangat diharapkan oleh masyarakat Tanah Datar, keduanya tampil kembali di depan publik dengan tidak icak icak damai.

Pilkada masih jauh, masih ada waktu meminta sitokar dengan sopir memacu mobilnya hingga terminal agar tidak menjadi sebuah dendam politik dikemudian hari. Lupakan keinginan politik sementara, ukir sejarah jika 1 periode tanpa sikut dan 1 periode berakhir dengan baik. Program unggulan masih ada yang harus dilecut berdua.

Banyak publik Tanah Datar berharap jika Eka Putra sebagai “rajo luak” tegas terhadap wakilnya, untuk memilih mundur dan mencari penganti yang bisa sejalan dan fokus di waktu singkat memenuhi janji politik pada masa kampanye dulu. Karena bertahanpun banyak yang dirugikan, masyarakat, pendukung dan termasuk negara dalam hal anggaran yang terbuang.

Diposisi ini, penilaian kami Richi Aprian akan berjiwa besar untuk memilih mundur dan fokus pada keinginan politik masa akan datang. Karena kursi yang diduduki Richi Aprian saat ini sebagai wakil bupati ada campur tangan partai lain, yakni Gerindra yang ikut menanggung beban politik, karena Gerindra hanya mampu mencari kader sesaat, tidak seperti pimpinannya yang seorang pejuang tangguh.

Dengan memilih meninggalkan kursi nomor 2 ini, Richi akan lebih terhormat dimata masyarakat Tanah Datar, daripada bertahan dalam kondisi ini yang lebih menjatuhkan marwah politiknya yang bersih tanpa cacat, toh tergores oleh penikmat anggaran negara yang tidak bekerja. Langkah politik seperti kepala daerah lain harus ditempuh Richi, seperti Syahrul Gunawan yang mundur sebagai wabup salah satu kepala daerah di Jabar dan fokus di partai barunya sebagai calon orang nomor satu di kabupaten itu.

Dalam hal anggaran daerah yang terkikis oleh pejabat daerah cukup besar, mulai dari gaji pokok, tunjangan rumah, kendaraan, perjalanan dan tunjangan lainnya, hasil pungut pajak atau hasil pungut restribusi serta pos pos lainnya yang hampit mencapai seratusan juta perbulan. Belum lagi anggaran GOW yang mandek tanpa kegiatan apa apa.

Sampai disini mungkin kita memiliki pandangan berbeda menyikapi fenomena politik pecah kongsi ini, dan rakyat tidak akan paham jika para pembuat kebijakan hanya menjawab dengan sindiran sindiran. Apa salahnya masyarakat Tanah Datar diajarkan sebuah ketegasan politik demi kemajuan daerah.

Kedua tokoh ini harus bertemu mencairkan suasana politik ini, agar Era Baru tidak cacat dimata masyarakat, jika pun pergi sebagai pahlawan dan yang ditinggal sebagai pejuang sejati. Saatnya Eka – Richi membuat keputusan atau memakan opini liar dan tanggapan negatif dari masyarakat Tanah Datar yang nanti akan merugikan posisi keduanya.

Ini adalah sebuah opini, sebuah kewajaran dalam melihat kondisi terkini suatu daerah. Asal jangan wartawan saja beropini, tabaliak dunia.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *