Posisi Orang Sumando di Pusako Tinggi, Antisipasi Berkelahi Badunsanak

Ditulis Oleh  :  Labai Korok Piaman

 

Info dari media sosial (medsos) yang Penulis dapat bahwa pembunuhan sadis ditangah sawah ada keterlibatan urang sumando didalam pertengkaran terhadap pusako tinggi sehingga dua orang meninggal dunia dalam kejadian tersebut.

Pada Minggu (19/02/23). Polisi telah mengamankan D (39) pelaku pembunuhan ibu dan anak di areal persawahan Korong Pinang, Nagari Pauh Kamba, Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, pada Minggu (19/02/23).

Dimana diketahui, korban seorang ibu inisial A (50) dan anak perempuannya H (17). Keduanya tewas mengenaskan dengan luka karena sabetan cangkul dan tusukan pisau. Kejadian ini disinyalir karenak ada sengketa masalah pusako tinggi (penggarapan sawah).

Persengketaan pusako tinggi yang disebabkan oleh urang sumando tidak saja terjadi pada kasus diatas. Tapi sangat banyak urang sumando ikut campur, ikut terlibat dalam penguasaan pusako tinggi, mengakibatkan persengketaan pusako tinggi makin rumit karena memaki hukum formal.

Tulisan ini sengaja dibuat untuk pembaca agar urang minang kekikinian tahu tentang posisi urang sumando ditengah-tengah pusako tinggi. Utama tentu dijelaskan apa yang dimaksut dengan urang sumando.

Secara umum urang sumando adalah panggilan yang diberikan kepada seorang lelaki di minang ketika telah menikah. Sumando berarti kedudukan seorang lelaki minang ketika dia berada di rumah atau di kampung istrinya.

Atau dalam adat urang sumando bisa dijelaskan dalam bahasa minang artinya menantu. Kata Sumando berasal dari bahasa malayu kuno (su = badan, mando dari kata mandah = menumpang sementara).

Dalam struktur adat minang, kedudukan suami sebagai orang menumpang di rumah istrinya (Sumando), perempuan tempat menumpang di sebut “Mandan” dan keluarga pihak lelaki menyebut istri dari saudara lelakinya “Pasumandan”.

Kedudukan anak-lelaki, secara fisik pusako tidak punya tempat di rumah ibunya. Bila terjadi sesuatu di rumah tangganya sendiri, maka ia tidak lagi memiliki tempat tinggal.
Situasi macam ini secara logis mendorong pria minang untuk berusaha menjadi orang baik agar disengani oleh dunsanaknya sendiri, maupun oleh keluarga pihak istrinya.

Sebagai urang sumando dirumah gadang juga sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya harus rajin dalam memenuhi ekonomi rumah tangga. Pada saat pagi hari harus berangkat dari rumah istri untuk mencari nafkah, sore harinya baru pulang dengan membawa hasil supaya “dapua lai barasok” menandakan ada beras yang akan dimasak.

Sebagai seorang lelaki diminang dia menjadi urang sumando di kaum istrinya, dan menjadi mamak di persukuannya. Dia harus teguh dalam menjalankan prinsip-prinsip hidup yang telah dihayati dan dijalankan sejak dahulu.

Posisinya dipusako tinggi pun harus jadi urang baik mengelola dan mengolah sesuai yang ditugaskan istrinya atau mamak rumahnya, artinya kewenangan urang sumando dipusako tinggi, apo yang ditugaskan dan dikarajooan itulah yang diperintah atau disuruh oleh istri dan mamak rumah.

Jadi kewenangan urang sumando di tengah rumah pusako tinggi sangat tidak ada dalam penguasaan dalam pusako tinggi, ibarat prinsip modernisasi urang sumando sama dengan budak dipusako tinggi, bekerja ditugaskan istri dan arahan mamak rumah.

Adapun kewenangannya sangat sedikit seperti dijelaskan dalam uraian filosofi perumpamaan ini, sadalam-dalam aia sahinggo dado itiak, saelok-elok sumando sahinggo pintu biliak. Maksud dari perumpamaan tesebut, kewenangan urang sumando di rumah istrinya hanya sebatas pintu biliak/kamar istrinya dirumah pusako tinggi, serta kepala keluarga anak-anak dan istrinya.

Jadi bisa Penulis simpulkan bahwa urang sumando tidak boleh ikut campur dalam urusan pusako tinggi, tidak ada kewenangan mengurusi pusako tinggi. Sangat dilarang sekali urang sumando ikut terlibat menguasai sehingga terjadi kejadian anarkis sampai ada pihak yang meninggal dunia kena pacul dan pisau.

Sekarang jadi urang sumando niniak mamak, artinya jadi urang sumando yang jadi suri tauladan dan sangat diharapkan semua orang. Tutur kata dan budi bahasanya yang sangat baik, serta suka membantu kaum keluarga istrinya dan kaum keluarganya sendiri.

urang sumando niniak mamak ini adalah sebenar-benarnya urang sumando. Dia adalah orang sama mengatur barang sesuatu dalam keluarga istrinya dan tidak mengambil hak mamak rumah. Dia mengumpulkan yang berantakan dalam keluarga istrinya.

Mangampuangkan nan taserak, manjapuik nan tacicie, mengingatkan mana yang lupa, sehingga dalam kampuang (pasukuan) istrinya itu dia mempunyai paham seperti paham niniak mamak. Keruh menjernihkan, kusut menyelesaikan.

Dalam segala hal yang mungkin terjadi, pertimbangannya perlu dimintak dan dia tidak akan ditinggalkan orang dalam tiap-tiap perundingan di kampung (pasukuan) istrinya.

 

Editor  :  Robbie

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *