Hendrajoni Mengabdi ke Pessel Sudah Menjadi Pilihan Sejak Masih Muda

PAINAN, KABARDAERAH,- Bersua dan bercerita dengan Hendrajoni, ibarat disuguhi padang pemikiran yang luas. Sebagai seorang anak kampung yang besar di perantauan, pikirannya ditumbuhi semangat juang, harapan, dan kerja keras yang patut diacungi jempol.

Hendrajoni punya cita-cita yang tinggi untuk kemajuan kampung halamannya. Ia ingin Kabupaten Pesisir Selatan terus bersolek ditangannya.

Hal tersebut tak sekadar isapan jempol belaka, lebih kurang 4,5 tahun menjabat sebagai Bupati Pesisir Selatan (2015-2020), satu per satu tangga kemajuan mampu terlewati. Kini ditangannya daerah yang berjuluk Negeri Sejuta Pesona itu, tak sekadar bangkit, namun tengah berlari kencang mengejar ketertinggalan.

Lalu apa yang membuatnya sedemikian keras dan gigih untuk membangun Kabupaten Pesisir Selatan? Jawabannya hanya satu, suami mantan Pramugari Pesawat Presiden Lisda Rawdha ini, ingin mengabdi membangun kampung halamannya. Ia ingin membayar segala hal yang sudah diberikan sanak saudaranya di kampung halaman.

“Bagi saya, kampung halaman adalah harga diri yang mesti dibayar lunas. Pesisir Selatan adalah tempat saya menunaikan janji sebagai anak perantauan. Tak ada hal yang lebih membahagiakan kecuali melihat kampung yang indah, damai, dan tertata dengan baik. Masyarakatnya hidup dalam kemakmuran dan berkecukupan. Ya, saya ingin hal itu terwujud,” katanya saat berdiskusi dengan penulis baru-baru ini.

Kini Hendrajoni ibarat mesin pendorong dari segala bidang kemajuan yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan. Putra Lengayang itu, tak sekadar simbol semata. Ia bukan tipe pemimpin yang lebih memilih duduk manis di ruang kerja atau main perintah. Hendrajoni anti semua itu. Ia tipikal pekerja keras. Bagi dia, pemimpin berarti berada di garda terdepan. Ia merupakan sosok pejuang yang ingin maju mendobrak liku-liku kehidupan yang penuh tantangan.

Selama menjabat sebagai orang nomor satu di Kabupaten Pesisir Selatan, Hendrajoni adalah seorang pemegang otoritas eksekutif bersama jajarannya dalam menentukan arah ke depan. Mantan Polisi berpangkat AKBP itu, mengerti persoalan konkret masyarakat dan merumuskannya dalam bentuk visi misi dan program. Ia bersungguh-sungguh mengerjakan tugas dan kewajiban, tanpa harus dibebani bermacam kepentingan selain publik. Ia yang rela basah kuyup mengetuk satu per satu rumah masyarakat, hanya untuk sekadar bertanya tentang apa yang dibutuhkan oleh warganya.

Sebenarnya, jalan perjuangan yang ditempuh Hendrajoni sekaligus membunuh kariernya di kepolisian kala itu. Ketika memutuskan maju sebagai calon Bupati Pesisir Selatan, ia sedang berada di puncak karir. Saat itu, ia punya nama baik menjabat sebagai Kasat II Psikotropika Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya. Bahkan, sederet gembong besar narkoba ia penjarakan. Namanya harum di kepolisian, dan ditakuti para mafia.

Selama di Jakarta, Hendrajoni sedang menikmati manisnya menjadi seorang Polisi berprestasi. Namun, saat itu pula panggilan untuk membangun kampung halaman tak bisa ditolaknya. Ia pulang meninggalkan segala kenyamanan yang dimilikinya, dan harus rela memulai langkah perjuangan dari nol untuk maju sebagai Bupati Pesisir Selatan. Padahal jabatan ini, sebelumnya tak pernah terpikir olehnya.

Semua bermula pada 2012. Kala itu, Hendrajoni dikunjungi orang kampungnya. Tak sedikit ia menyangka, kalau pertemuan tersebut bakal menjadi titik awal pengabdiannya untuk Kabupaten Pesisir Selatan. Nostalgia tentang kampung halaman nan permai, masyarakat sejahtera, serta roda perekonomian yang bergerak maju, rupanya hanya ada di benak Hendrajoni semata. Cerita orang yang datang menemuinya malah berbanding terbalik dengan apa yang terlintas dipikirannya. Kampung halaman yang dicintainya sepenuh hati, ternyata berada dalam keterpurukan. Perekonomian semakin lesu, kemiskinan menjadi-jadi, anak-anak putus sekolah. Bahkan, pembangunan yang didanai dengan sejumlah uang negara nyaris tak tepat sasaran.

“Ya, hati saya terenyuh mendengar cerita dari kampung halaman. Sementara saya diperantauan hidup tenang dan berkecukupan. Namun, kampung halaman yang sudah memberikan saya segalanya, kini penuh derita. Orang-orang menjalani kehidupan dengan kepayahan. Perekonomian semakin lesu, pembangunan nyaris tak berpedoman pada kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Setelah pertemuan tersebut, Hendrajoni kembali melanjutkan rutinitasnya sebagai polisi. Namun, bayang-bayang kesengsaraan di kampung halaman tak pernah lepas dari benaknya. Tiap hari ia dilanda kegelisahan, hatinya getir. Ia serupa orang tak berdaya. Niat ingin berbuat untuk kampung halaman tentu tak akan bisa dilakukan sepenuh hati. Sebab, tugasnya dikepolisian juga bejibun banyaknya.

“Hati siapa yang tak gelisah mendengar kabar yang penuh derita itu? Saya benar-benar dihantui rasa bersalah. Tapi apa daya, saya Polisi yang dinas jauh dari kampung halaman. Saya diperantauan memiliki tanggung jawab yang tak sedikit pula. Namun, dengan segala daya dan upaya saya tetap membantu orang-orang di kampung,” tuturnya seraya menghela nafas panjang mengenang pertemuan singkat dengan sejumlah orang kampung tersebut.

Setahun berlalu, orang-orang di Kabupaten Pesisir Selatan mulai riuh, karena Pilkada semakin dekat. Sejumlah nama mulai mengapung sebagai kandidat. Awalnya, tak ada nama Hendrajoni dalam list survei, karena memang waktu itu ia tidak berniat dan belum memiliki dorongan yang kuat untuk bertarung di Pilkada. Namun akhirnya, sejumlah tokoh-tokoh Pessel mulai menemuinya ke Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut, tanpa banyak basa-basi para tokoh mendesak Hendrajoni untuk maju dan bertarung di Pilkada Pessel sebagai Bupati. Dari sekian banyak kandidat yang muncul, dan pertimbangan para tokoh saat itu, hanya Hendrajoni yang cocok memimpin Kabupaten Pesisir Selatan. Ia dipercaya bakal membawa daerah itu kembali bersaing dengan kabupaten lain dengan kepala tegak. Hendrajoni diyakini mampu mendongkrak kemajuan disegala bidang, bukan sebagai daerah tertinggal yang tidak diperhitungkan dalam banyak bidang.

Sebelumnya permintaan pertama ditolak oleh Hendrajoni. Ia berpikir, jika pulang ke kampung halaman banyak yang bakal ditinggalkan. Terutama kehidupan Jakarta yang bertolak belakang dengan kehidupan di kampung. Tak hanya itu, tentunya ia juga memikirkan nasib keluarganya. Ia perlu memastikan, jika pulang kampung dan terpilih sebagai Bupati, waktunya bakal banyak tersita. Tentunya bakal kehilangan golden time (waktu emas) untuk berkumpul bersama keluarga.

“Waktu itu saya menolak dengan halus permintaan sejumlah tokoh tersebut. Sebab, banyak yang mesti saya pikirkan. Selain keluarga, juga kepercayaan diri yang belum tumbuh sepenuhnya. Saya takut, nantinya tidak bisa memenuhi harapan masyarakat, khususnya orang kampung saya,” ucap Hendrajoni Dt Bando Basau yang juga merupakan tokoh adat dari kaum Sikumbang di kampungnya.

Namun, desakan agar ia maju tidak datang sekali atau dua kali saja. Para tokoh berpantang surut. Hendrajoni kembali didesak untuk maju. Karena terus didesak, akhirnya ia luruh juga. Hendrajoni akhirnya mulai meminta waktu untuk berpikir dan berdiskusi bersama keluarga.

“Ya, desakan para tokoh itulah yang menjadi awal kekuatan bagi saya. Apalagi melihat harapan yang begitu tinggi dan saya menjadi tidak tega menolaknya. Akhirnya saya mulai mengatur strategi dan langkah apa yang mesti dilakukan untuk memecahkan sejumlah persoalan di Pessel,” katanya.

Waktu terus berjalan, Hendrajoni akhirnya mengumpulkan keluarganya dan mulai mendiskusikan desakan sejumlah tokoh untuk maju sebagai calon Bupati. Namun, ia masih ragu bakal mendapatkan izin dari keluarga. Kalau saja ia tidak dapat dukungan tersebut, ia mengaku tidak bakal melanjutkan langkahnya sebagai calon Bupati. Tapi tak disangka, sang istri serta anak-anaknya malah mendukung penuh langkah Hendrajoni. Seluruh keluarga ternyata mendorong niat baik tersebut, untuk mengabdi ke kampung halaman.

“Karena mendapat dukungan dari keluarga, tentunya saya ingin memastikan dan menanyakan apakah semuanya siap miskin? Siap hidup susah dan menderita demi melayani masyarakat? Ternyata semuanya menjawab siap. Ya, saya didukung penuh oleh keluarga dan kerabat. Sejak saat itu, saya langsung membulatkan tekad untuk bertarung di perhelatan Pilkada Pessel,” ujarnya.

Langkah awal, ia melepaskan statusnya sebagai anggota Polisi dan mengundurkan diri dari institusi Polri terhitung sejak 16 Oktober 2015.

“Sebenarnya masa pensiun saya tinggal lima tahun lagi. Namun, saat itu saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Polri dan mengikuti pencalonan Bupati Pesisir Selatan,” ucap pria berkumis tipis kelahiran Padang, 8 November 1961, tersebut.

Ia optimis maju dan bertarung pada perhelatan Pilkada Pessel. Sebab, dukungan dari masyarakat di kampung halaman dan keluarga adalah doa terbaik untuk memulai niat awalnya.

Padahal, politik merupakan dunia yang asing bagi Hendrajoni. Ia seorang polisi yang menganut paham ilmu pasti. Dunia hukum yang dijalaninya tidak berada di garis abu-abu. Berbeda dengan dunia politik, yang semuanya samar dan tak ada kepastian. Sebagai langkah awal, ia melakukan survei untuk mengukur langkah. Hasil survei ternyata sangat memuaskan. Nama Hendrajoni melejit dan harum di kampung halaman.

Setelah mendapatkan partai, pertarungan Pilkada pun dimulai. Hendrajoni yang berpasangan dengan Rusma Yul Anwar memperoleh suara tertinggi sebanyak 90.985 atau 46,68 persen. Ia mengalahkan pasangan Editiawarman-Bakri Bakar 59.237 suara atau 30,39 persen, Alirman Sori-Raswin 31.808 suara atau 16,32 persen, dan Burhanuddin-Novril Anas 12.903 suara atau 6,62 persen.

Hendrajoni akhirnya memulai perjalanan barunya sebagai pelayan masyarakat di Kabupaten Pesisir Selatan. Setelah dilantik pada 17 Januari 2016 oleh Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Irwan Prayitno, ia langsung tancap gas. Seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kabupaten Pesisir Selatan ia kumpulkan, tujuannya untuk menyamakan visi dan misi.

Langkah awal tersebut, juga sebagai upanya menyamakan persepsi dengan seluruh pejabat. Meskipun ia tahu, saat Pilkada mereka memiliki pilihan masing-masing. Hendrajoni paham betul ada sejumlah pejabat yang tidak mendukungnya waktu Pilkada. Namun, hal itu tidak jadi alasan baginya untuk memupuk rasa dendam. Ia tetap merangkul seluruhnya dengan niat awal ingin menjadikan Kabupaten Pesisir Selatan, mandiri, unggul, agamais, dan sejahtera (MUAS).

“Bagi saya, pertarungan Pilkada itu sudah habis. Tak perlu di bawa-bawa ke dunia kerja. Makanya saya kumpulkan mereka untuk menyamakan persepsi. Tak ada pejabat yang saya buang atas dasar dendam. Semuanya terseleksi dengan baik sesuai kapasitasnya,” tuturnya.

Setelah upaya pengumpulan ASN dilakukan, Hendrajoni mulai membangun mimpinya untuk memajukan kampung halamannya. Segalanya dirumuskan dengan baik dan matang. Hendrajoni bukan tipikal pemimpin yang menggunakan kekuasaannya demi menyalurkan kepentingan pribadi. Ia orang yang secara nyata mengorbankan kepentingan egosentrismenya, demi kesejahteraan masyarakat banyak.

Hendrajoni tak takut miskin atau kehilangan kepopulerannya, bahkan ia berada pada garis terdepan dalam menjaga setiap jengkal tanah Pesisir Selatan dari keserakahan para penguasa. Ia bukan tipe pemimpin yang menggelar pesta di atas penderitaan masyarakat atau memakai baju demokrasi terbalik, dimana lebih mendahulukan kepentingan lapis tipis oligarki penguasa, ketimbang kepentingan rakyat secara luas.

“Ya, bagi saya ini adalah amanah yang tak hanya dijalani begitu saja. Tapi diperjuangkan dengan sepenuh hati,” katanya.

Gaya kepemimpinan yang disiplin dan cekatan memang tak bisa ia tinggalkan. Ia pendobrak dan petarung yang tak takut kepopulerannya anjlok demi memperjuangkan apa yang diyakininya benar. Berpuluh tahun mengabdi di kepolisian dengan pangkat terakhir Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), membuatnya keras secara prinsip. Jika dulu, ia bekerja sesuai perintah atasan, sekarang Hendrajoni bekerja atas dasar kepentingan masyarakat luas.

Dengan segala ketegasan dan kekerasan hati memperjuangkan hak masyarakat, Hendrajoni juga tidak kehilangan sisi religiusnya. Malah, setiap langkahnya berpedoman pada salah dan benar menurut agama, dan hukum yang berlaku. Ia memiliki niat dan kemauan dalam memperekat kehidupan. Dengan sifat-sifat religius tersebut, Hendrajoni tidak ditenggelamkan oleh gejolak kehidupan dunia material. Justru nilai-nilai religius itulah yang dikembangkan untuk menata kehidupan ke arah yang lebih baik.

Menurutnya, dunia material hanya dijadikan sebagai sarana untuk mewujudkan nilai-nilai religius dalam kehidupan sehari-hari. Bukan sebaliknya, harus tenggelam oleh gejolak dunia material.

“Bagi saya setiap langkah itu mesti dijaga. Selagi kita berjalan di atas kebenaran, maka masyarakat bersama kita,” ucapnya.

Hendrajoni memiliki sifat tegas, ia tak lari ketika masyarakatnya terkena musibah. Ia tipikal pemimpin yang selalu mau luka demi membela masyarakat dari hal-hal yang merugikan. Ia adalah petarung yang tetap melangkah maju demi melunasi janji-janji semasa kampanyenya.

“Sebenarnya apa yang sekarang saya kerjakan, adalah bagian dari melunasi hutang. Bagi saya, segala yang terucap mesti dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat. Ya, hal itu saya dapatkan selama jadi Polisi,” ujarnya.

Saat menjabat sebagai Bupati, ia memiliki visi dan misi yang jelas. Hendrajoni memiliki impian yang sangat besar untuk kemajuan Kabupaten Pesisir Selatan. Impian itulah yang dijadikannya embrio untuk tetap optimis melangkah kedepan.

Dalam penerapannya, ia tak sendiri. Namun, tetap bekerja secara tim. Ia tidak melimpahkan begitu saja pekerjaan kepada bawahannya. Program yang digencarkannya ibarat sumber energi yang melimpah ruah bagi masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan. Semakin kuat alirannya, maka energi yang keluar semakin kuat pula mengisi ruang imajinasi individu masyarakat yang memiliki ceruk yang sama untuk kemajuan.

Kini hasilnya mulai nampak. Kabupaten Pesisir Selatan laksana kuda jantan yang melaju kencang. Sentuhan pembangunan merata ke seluruh pelosok negeri. Pessel berubah drastis, dari daerah yang dulunya dipandang sebelah mata, kini menjadi daerah yang diperhitungkan ditingkat provinsi maupun nasional. Hendrajoni, walau belum di ujung kekuasaan, namun sudah melunasi sebagian janji-janjinya kepada masyarakat Pesisir Selatan.

Reporter: Efrizal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *