Kaderisasi Politik, Pindah Partai dan Oligarki Pengurus Tahun Pemilu 2024

Ditulis Oleh  :  Labai Korok Piaman

 

Salah satu tugas pengurus partai adalah mempromosikan dan menugaskan kadernya untuk bertarung disetiap momen pemilihan, baik pemilihan Kepala Desa/Wali Nagari, pemilihan Kepala Daerah, maupun pemilihan legislatif dan pemilihan lainnya.

Apakah dalam pemilihan itu kalah atau menang itu soal teknis dan kajian strategi dalam memenangkan. Kalah atau menang dalam pemilihan itu hanya instrumen tambahan untuk dipertimbangkan. Tapi menugaskan kader bertarung itu sudah merupakan kewajiban pengurus partai.

Terkadang pengurus partai lupa dengan nilai-nilai kaderisasi tersebut. Sehingga dalam proses perjalanan selalu tertarik dengan “rumput tetangga lebih hijau”. Pada akhirnya memutuskan mengambil petualang-petualang politik, yang pindah dari satu partai ke partai lain.

Yang pengamatan namakan politisi kutu loncat. Secara aturan perpindahan politisi dan pejabat publik dari satu parpol ke parpol lain alias kutu loncat dimungkinkan dan lazim di era reformasi demokrasi ini. Tidak barang aip keadaan ini.

Publik akan menilai persepsi terhadap para politisi dan pejabat tersebut dikarenakan alasan idealisme atau hanya sekadar pragmatisme. Memang tidak ada Undang Undang (UU) yang melarang. Namun, kelakuan para elite politik seperti itu sudah biasa, terkadang mereka selalu terpilih.

Kondisi politisi kutu poncat tidak bisa disalahkan, mereka yang pindah partai karena adanya kerakusan pengurus partai yang suka menyingkirkan kader-kader karena beda pemikiran, beda pola dan lainnya.

Atau oknum pengurus memang sengaja membuat oligarki internal partai dengan membangun faksi-faksi atau membangun kelompok-kelompok dalam partai yang lupa pada landasan dan aturan partai yaitu semua kader itu memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk ditugaskan dan dipromosikan. Tidak ujub-ujub mendahulukan pihak-pihak lain.

Secara umum semua pengurus politik paham bahwa kaderisasi politisi itu harus seperti itu. Ini juga bisa diambil gambaran dalam pidato Megawati disaat acara HUT PDIP, dimana komitmen Ketua, Mega dalam sambutnya mengedepankan yang akan jadi presiden tahun 2024 itu kader sendiri diputuskan oleh Megawati. Tidak kader partai lain.

Begitu juga sikap politik melihat Pemilu tahun 2024, yang dikedepankannya adalah nilai-nilai Soekarnoisme, yang dalam pemikiran bisa jadi kadernya adalah keturunan biologis, yang jelas posisi kader ideologinya.

Penulis mengajak para politisi agar membangun etika politik, budaya politik dan nilai-nilai azaz idealisme, salah satunya mengutamakan kader yang ditugaskan dan promosikan bertarung dalam pemilu tahun 2024.

 

Editor  :  Robbie

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *