Realisasi ADD Besar, Tidak Menjamin Atasi Permasalahan Sosial

Oleh : Aldoris Armialdi

OPINI, KABARDAERAH,- Besarnya kucuran Anggaran Dana Desa (ADD) lima nagari di Kecamatan Lintau Buo Utara (LBU) tidak menjamin mengatasi permasalahan sosial yang terjadi di daerah itu. Buktinya, data sosial kemasyarakatan tahun 2019 masih cukup tinggi.

Kecamatan yang memiliki penduduk sekitar 38.118 ribu jiwa ini masih memiliki tingkat kemiskinan 18,5%. Dan ditemukan lebih dari 2.000 kepala keluarga merupakan keluarga miskin.

Padahal total APB nagari 2019 di kecamatan LBU Rp 20 Milyar lebih. Hanya mampu membelanjakan 66 % saja. Ini salah satu yang mengakibatkan keadaan sosial masyarakat jauh dari kondisi baik,” ungkap salah seorang anak nagari Aldoris Armialdi kepada media ini, Sabtu (27/02/2020).

Realisasi belanja di nagari berdasarkan data yang dikeluarkan oleh pemerintah kecamatan LBU disedot oleh belanja di bidang pemerintahan sebanyak 39,29 %. Sementara, dibidang pemberdayaan hanya sekitar 9,10 % saja dan pembangunan sebesar 34,33 % dari total dana sebesar Rp 20,1 Milyar.

Artinya, nagari di kecamatan LBU belum mampu untuk melakukan pemberdayaan berbasis masyarakat melihat dari presentase belanja di setiap nagari.

Melihat kondisi ini, harus menjadi perhatian oleh lembaga dinagari untuk mengevaluasi rencana keuangan yang disodorkan oleh pemnag. Karena, dengan fokusnya belanja di bidang pemerintahan dan pembangunan tujuan dari pengunaan ADD sebesar 30% dibidang pemberdayaan tidak tercapai.

Kita akui, secara administrasi laporan keuangan nagari di kecamatan LBU tidak bermasalah, namun secara fisik tentu harus diuji secara otentik dan harus diketahui oleh masyarakat.

Dari kelompok data sosial yang dikeluarkan oleh kecamatan LBU, masih ditemukan 451 unit rumah tidak layak huni, 394 orang penganguran, 270 orang anak putus sekolah serta 297 lansia yang masih terabaikan.

Dari daerah yang terkenal dengan perantau-perantau sukses dan memiliki tokoh yang berkiprah di kancah nasional, LBU masih memiliki kasus 324 bayi stunting dan 233 bayi kurang gizi. Program pemberdayaan masyarakat yang melibatkan kader PKK kemana?

Dari kasus diatas, sangatlah pantas dipertanyakan belanja nagari dibidang pemberdayaan wanita, tata boga dan operasional kader PKK yang dianggarkan disetiap nagari, rata-rata semuanya terlaksana.

Artinya bidang yang digeluti oleh kader PKK ini belumlah tepat sasaran, hanya mampu menyerap belanja yang tidak menyentuh dengan sosial masyarakat.

Pengawasan lemah, inovasi kurang adalah hal yang beresiko dalam membelanjakan APB yang sia-sia. Jangan hanya prestasi laporan administrasi saja, sementara tidak bisa merobah keadaan sosial masyarakatnya.

Kemana pendamping desa? Ini pertanyaan yang tidak muncul saat permasalahan itu ada di nagari. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) telah membentuk para pendamping lokal desa (PLD) dan pendamping desa (PD) yang bertugas memberikan saran, masukan agar masyarakat desa atau nagari menjadi sejahtera.

Pendamping desa/nagari mempunyai peran strategis dalam mendorong kemandirian masyarakat, para pendamping desa juga sebagai ujung tombak kementerian untuk mendorong terwujudnya one village one product sehingga desa bisa mandiri secara ekonomi. Otomatis jika ekonomi mandiri, permasalahan sosial masyarakat bisa teratasi.

Permasalahan yang dikupas dalam lingkup kecamatan Lintau Buo Utata ini, bukanlah sebagai tuduhan jika nagari di LBU tidak mampu mengatasi hal itu, namun perlu kesadaran dalam membuka diri dalam menerima saran dan kritikan dari seluruh elemen masyarakat.

Bagi kami, kritikan adalah motivasi untuk kearah yang lebih baik. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *