11 Orang Pengusaha di Pasaman Dilaporkan ke Dirjen Gakum KLHK

SUMBAR, KABARDAERAH,- Lembaga Peduli Lingkungan Hidup (LPLH) Indonesia melaporkan 11 orang pengusaha di pasaman ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dilaporkannya 11 orang pengusaha itu berkaitan erat dengan adanya perambahan kawasan hutan lindung dan hutan produksi di Desa Aia Bangih, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat.

Menurut Dewan Pengawas LPLH, Soni mengatakan, laporan ke Gakum KLHK dilakukan lantaran dinilai telah merubah alih fungsi kawasan hutan lindung dan hutan produksi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Selain itu, 11 orang pengusaha yang dilaporkan juga diduga melakukan praktek jual beli kawasan hutan di Kabupaten Pasaman Barat.

“H. Is, Ad, El, AF, Na, H, Dl, H, Ar, dan Ln. Kita laporkan ke KLHK lantaran diduga adanya praktek-praktek seperti yang saya katakan tadi,” ujarnya.

Soni menyebut, laporan dilakukan oleh pihaknya ke Gakum KLHK, sebab Dinas Kehutanan dan Lingkungan hidup Provinsi Sumbar terkesan melakukan pembiaran terhadap masalah tersebut.

“Karena sesuai dengan undang-undang, kewenangan pemangku kawasan hutan lindung dan hutan produksi adalah dinas lingkungan hidup dan kehutanan Provinsi Sumbar namun sepertinya ada kesan melakukan pembiaran,” ucapnya.

“Kami dari Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Indonesia, meminta secara tegas kepada Gakum KLHK Pusat untuk memproses hukum pengusaha tersebut agar menjadi efek jera terhadap perambah hutan lainnya di kabupaten Pasaman Barat,” tegas Soni.

Dari investigasi yang dilakukan, pihak media mencoba menghubungi Yandesman, Kepala UPTD KPHP Pasaman Raya melalui telpon pada Selasa (12/05/2020).

Namun amat disayangkan, Yandesman tak bergeming sama sekali. Bahkan, ketika dihubungi via Whatsapp, Yandesman hanya sekedar membaca pesan tersebut.

Disamping itu, Kabid PPH Provinsi Sumbar, Senatung mengatakan, bila LPlH Indonesia melaporkan ke Gakum KLHK Pusat itu lebih baik karena di kawasan tersebut memang banyak oknum berkepentingan terlibat.

“Jadi penegakan hukum tak akan maksimal karena banyak oknum di sana yang terlibat,” ucap Senatung via selularnya, Kamis (14/05).

Sementara itu berdasarkan keterangan yang diperoleh dari masyarakat setempat, terkait permasalah tersebut sudah sering dilaporkan ke pihak kabupaten bahkan sampai ke provinsi.

“Namun sampai saat ini laporan tersebut tidak pernah ditindak lanjuti. Bila ada timnya yang turun, ya paling sekedar check lokasi dan tidak adanya tindakan hukum lanjutan,” ungkap salah seorang warga yang tak mau disebutkan namanya.

Sesuai dengan apa yang dikatakan Soni sebelumnya, rupanya tapal batas wilayah antara Pasaman Barat dengan Kabupaten Mandailing Natal juga diperjualbelikan kepada salah seorang pengusaha asal Sumatera Utara.

“Kami menduga ada melibatkan pejabat setempat dan kita masih mengumpulkan bukti-bukti otentik. Karena mengerjakan atau menggunakan dan menduduki kawasan hutan secara tidak sah termasuk melakukan kejahatan. Artinya perbuatan itu melawan hukum sesuai dengan undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan pasal 50 ayat 3 huruf A dan B,” pungkasnya. (BSA)

Editor: Luzian Pratama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *