Izin Yang Dikeluarkan Tanpa Proses Dibidang Pertambangan, Adalah Perbuatan Pidana

TANAH DATAR, KABARDAERAH.COM — Kegiatan pertambangan mineral harus memiliki izin usaha pertambangan yang jelas, dan melalui prosedur yang berlaku. Dimana yang berhak memberikan izin tersebut adalah Menteri di bidang pertambangan mineral dan batubara. Bukan lembaga adat, maupun lembaga yang lain.

“Perbuatan penambangan tanpa izin pada hakikatnya telah memenuhi unsur yang dapat diancam dengan hukum pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Batu Bara Dan Mineral,” ungkap Biro Hukum Advokasi dan Penindakan DPW AMPHIBI Sumbar, Roni Pasla, Kamis (17/02/2022) saat menyikapi polemik perizinan tambang pasir yang dikeluarkan oleh lembaga adat di Nagari Tanjung Bonai, Kecamatan Lintau Buo Utara.

Ia menyebutkan jika bagi siapa yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan, Izin Pertambangan Rakyat atau Izin Usaha Pertambangan Khusus UU Nomor 3 Tahun 2020 perubahan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

“Jika sudah melanggar undang-undang, ini semua wewenang pihak penegak hukum. Hati-hati bagi masyarakat kita karena perbuatan pidana di bidang pertambangan ada empat jenis, Pertama, melakukan kegiatan pertambangan tanpa memiliki izin sama sekali. Kedua, melakukan kegiatan pertambangan dengan izin yang sudah mati, Ketiga, melakukan kegiatan
pertambangan di luar areal atau di luar titik koordinat yang sudah ditentukan dan keempat, melakukan kegiatan tambang dengan memanfaatkan izin yang tidak sesuai dengan peruntukannya,” jelas advokat yang berkantor pada Roni Pasla, SH Advocates & Legal Consultans ini.

Katanya, perbuatan yang dilakukan oleh lembaga adat itu masuk di jenis yang ke empat. Walau itu berada pada sebuah lahan pribadi, ulayat ataupun nagari tetap harus menempuh proses izin yang diharuskan oleh undang-undang.

Ia menjelaskan, jika merujuk pada Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 158 itu, pelaku tambang harus memiliki IUP, IPR atau IUPK. Dan dapat ditafsirkan bahwa barang siapa melakukan usaha tambang pasir yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan bagi para pelaku yang melakukan kegiatan pertambangan pasir tanpa izin, menjadi wewenang para penegak hukum dan ini segera dilaporkan.

“Disini perlu pemahaman masalah hukum bagi lembaga adat, tentang apa yang menjadi hak dan wewenang. Terutama tentang tindakan yang menimbulkan tindak pidana. Siapa yang berbuat harus bertanggungjawab agar tidak ada lagi pembiaran seperti ini,” pungkasnya. (**)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *