Terkait Dualisme Kepengurusan KAN Nagari Air Haji, Niniak Mamak Minta Pemda Pessel Segera Mediasi

 

PESSEL, KABARDAERAH- Menindaklanjuti surat Instruksi Bupati Nomor 083/233/BKPol-PS/VII/2022 terkait Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pesisir Selatan No 2 tahun 2016 Pasal 2 ayat 3, Niniak Mamak Nagari Air Haji, Kecamatan Linggosaribaganti, meminta Pemda Pessel segera melakukan upaya mediasi terkait dualisme kepengurusan KAN di nagari setempat.

Adapun bunyi Perda tersebut yakni, “Kerapatan Adat Nagari adalah lembaga adat yang ada pada 37 nagari asal di daerah sebelum pembentukan pemerintahan nagari baru. Sementara pada ayat 4 berbunyi “Pembentukan nagari baru tidak merubah jumlah Lembaga Kerapatan Adat Nagari yang ada di daerah.

Menyikapi Perda tersebut, Amran K selaku tokoh masyarakat sekaligus pemerhati adat Salingka Nagari Air Haji menjelaskan, sebelum lahirnya UU No 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa maka di Sumatera Barat (Sumbar) seluruh jorong yang ada dijadikan suatu pemerintahan terendah.

“Jadi, nagari yang ada sebanyak 541 di Sumbar kala itu dijadikan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Selanjutnya lahirlah Perda No 13 tahun 1983 tentang nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat,” ujar Amran K yang juga pernah menjabat sebagai mantan Wali Nagari Air Haji periode 2005-2010 pada KABARDAERAH di kediamannya, Sabtu (16/7/2022).

Lebih jauh dijelaskan, sebelum terbentuknya Kerapatan Adat Nagari (KAN) di Air Haji yang ada kala itu hanya Kerapatan Nagari yang di jabat oleh Sutan Rajo Mudo. Menurutnya, Nagari Air Haji kala itu sudah menganut sistem adat Koto Piliang dan yang menjadi Rajo Adat bergelar Sutan Rajo Mudo yang secara turun temurun tumbuh dalam suku Panai Lundang di Kampung Dalam Lubuk Buaya Air Haji, dan diakui hingga saat ini.

“Kemudian tiba-tiba saja ada sekelompok orang yang mengaku atau mengklaim mengatasnamakan Panai Tigo Ibu. Dari mana dasarnya?,” ucapnya lagi.

Amran K menyebut, Panai Tigo Ibu terdiri dari Panai Tanjuang dengan gelar (bagala) Dt Rajo Rayo, Panai Tangah bagala Dt Rajo Mansyur Alamsyah, Panai Lundang bagala Dt Rang Kayo Basa. Sementara sandi dari Rajo Adat nan bagala Sutan Rajo Mudo tumbuh dalam suku Panai Lundang di Kampung Dalam secara turun temurun hingga saat ini.

Namun, secara sepihak pada tanggal 6 September 2020 sepakatlah (Panai Tigo Ibu) mengangkat Siburman dengan gelar Dt Rajo Rayo menjadi Rajo Adat nan bagala Dt Rajo Hitam yang dinobatkan oleh Fachruddin yang mengaku-ngaku sebagai Dt Rang Kayo Basa. Sedangkan Dt Rang Kayo Basa adalah bagian dari Panai Tigo Ibu.

“Sedangkan menurut adat yang berlaku di Nagari Air Haji Dt Rang Kayo Basa dari Panai Lundang, Dt Rajo Mansyur Alamsyah dari Panai Tengah, dan Dt Rajo Rayo dari Panai Tanjuang adalah bagian dari Panai Tigo Ibu sandi dari Rajo Adat yang bergelar Sutan Rajo Mudo,” katanya.

Menurutnya, persoalan yang terjadi sekarang adalah terkait permasalahan hukum adat Salingka Nagari Air Haji tentang siapa yang berhak menjadi Rajo Adat/Ketua KAN di Nagari Air Haji. Namun, hingga saat ini permasalahan itu tak kunjung selesai.

“Jadi, untuk itu kami meminta kepada pemerintah daerah melalui pihak-pihak terkait segera mengambil sikap dan memediasi kedua belah pihak yang bertikai. Siapa yang berhak menjadi Rajo Adat atau Ketua KAN di Nagari Air Haji silahkan membawa bukti-bukti yang sah ada terkait legalitasnya,” tuturnya.

Amran K menilai, jika persoalan tersebut tak kunjung selesai dan dibiarkan berlarut-larut oleh pemerintah daerah, maka dikhawatirkan muncul persoalan baru seperti dalam satu suku akan timbul dua gelar pusaka kaum yang sama, kemudian generasi yang akan datang atau anak kemenakan akan salah paham menerima sejarah adat Salingka Nagari Air Haji. Selanjutnya muncul ketidak percayaan masyarakat terhadap Ninik Mamak, khususnya KAN Air Haji.

“Menurut kami persoalan ini bukan saja terkait Ninik Mamak semata, tapi sudah menyangkut permasalahan anak nagari secara keseluruhan karena sudah jelas merusak tatanan adat Salingka Nagari Air Haji,” ujarnya.

Sementara itu, Darwis Makmur Dt Panduko Sulaiman dari kaum Caniago mengatakan, perseteruan yang terjadi terkait dualisme kepengurusan KAN di Nagari Air Haji harus segera diselesaikan dan tetap mengacu pada Perda.

“Pada tahun 2007 kami pernah menyusun Perda No 8 Tahun 2008 tentang pemekaran nagari. Kala itu saya menjabat sebagai anggota DPRD dan anggota Pansus. Seingat saya pada ayat terakhir dinyatakan bahwa pemekaran nagari bukanlah pemekaran adat. Jadi, artinya KAN tidak boleh dimekarkan atau ditambah,” ujarnya.

Selanjutnya, kata Darwis, keluar pula Perda No 2 tahun 2016 pasal 2 ayat 3 berbunyi Kerapatan Adat Nagari adalah lembaga adat yang ada 37 nagari asal di daerah sebelum pembentukan pemerintahan nagari baru, dan ayat 4 berbunyi pembentukan nagari baru tidak merubah jumlah lembaga Kerapatan Adat Nagari di daerah.

“Ya, itu menurut Perda. Jadi, kalau kita mengambil kesimpulan dari Perda ini bahwa KAN yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan hanya 37 dan sudah terbentuk sejak lama sebelum pemekaran nagari,” ucapnya menjelaskan.

Hal senada juga diungkapkan Abdul Hakim St. Rajo Mudo dari kaum Panai, ia menyebut Surat Instruksi Bupati itu harus segera ditanggapi dengan cara duduk bersama.

“Ya, kami meminta angku-angku, niniak mamak, dan sarak adat segera duduk bersama bermusyawarah untuk mengambil sikap terkait surat instruksi bupati tersebut. Kami juga mendesak pemerintah daerah melalui Camat setempat agar segera memfasilitasi dan memediasi kedua kelompok yang sedang bertikai. Dan kami meminta kepada pihak-pihak terkait melihat persoalan ini secara jernih jangan ada kepentingan dalam kelompok-kelompok tertentu,” katanya penuh harap.

Sebelumnya, Surat Instruksi Bupati Nomor 083/233/BKPol-PS/VII/2022
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan No 2 tahun 2016 Pasal 2 Ayat 3 berbunyi “Kerapatan Adat Nagari adalah lembaga adat yang ada 37 Nagari Asal di daerah sebelum pembentukan pemerintahan Nagari baru dan ayat 4 berbunyi “Pembentukan Nagari Baru tidak merubah jumlah Lembaga Kerapatan Adat Nagari yang ada di daerah, untuk itu di instruksikan kepada hal-hal sebagai berikut:

1. KAN yang ada hanya 37 dan tidak ada penambahan baru.
2. Pemerintah Nagari tidak diperkenankan mengalokasikan dana desa/alokasi dana desa (DD/ADD) untuk biaya operasional bagi KAN yang tidak tercantum dalam lampiran intruksi ini.
3. Dalam hal penggunaan dana desa/alokasi dana desa (DD/ADD) diminta kepada Inspektorat dan Dinas PMDPP & KB agar melakukan pembinaan dan pengawasan secara selektif.
4. Untuk menjaga stabilitas daerah, KAN yang bukan ditetapkan dalam peraturan daerah Nomor 02 tahun 2016 dilarang melakukan aktivitas sesuai fungsi kelembagaan KAN.
5. Sehubungan dengan poin 4 diatas dalam penegakan Perda diminta Dinas Satpol PP dan Damkar untuk dapat mengawasi serta berkoordinasi dengan TNI-POLRI guna mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
6. Untuk berjalannya adat istiadat dalam Kabupaten Pesisir Selatan kepada para Niniak Mamak diharapkan dalam melakukan aktivitasnya berpedoman kepada :
a. Hukum adat yang berlaku Salingka Nagari yang berlandaskan filosofi adat Minangkabau “Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah” (ABS-SBK).
b. Bagi KAN yang mengalami permasalahan kelembagaan untuk dapat melakukan penyelesaian sesegera mungkin “Tak ado kusuik nan tak salasai dan tak ado karuah nan tak janiah” dalam hal ini pemerintah daerah hanya memfasilitasi dan di memediasi. (Efrizal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *